Panduan menggunakan Blog ini :D

Pembaca yang budiman, silahkan isi kolom komentar dan memulai diskusi pada setiap postingan. Semakin ramai semakin semangat saya dalam mengelola blog ini. Selamat menjelajahi seluruh isi blog. ^_^.

Apr 17, 2011

Oleh-oleh dari petualangan kemarin (bagian 2)

Perjalanan ke Bekasi hari ahad yang lalu memberikan banyak pelajaran berharga, berikut rangkumannya :

1. Ngobrol dengan ayah dari murid les privat sebelum mulai mengajar, beliau bercerita bahwa pada masanya dulu, perjuangan beliau saat sekolah dan kuliah begitu berat, hampir bisa dibilnag tanpa fasilitas, bahkan biaya kuliah beliau dapat dari jerih payahnya sendiri. dengan semua aktivitas tersebut dan tanpa didukung berbagai fasilitas, beliau dapat menyelesaikan study dengan hasil yang sangat baik, hingga akhirnya sukses (rumahnya bagus, sudah S3, kerjaan sangat mapan). tapi beliau sangat menyayangkan, anak-anaknya yang mendapat fasilitas lengkap malah tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan. beliau menyesal memang karena kurang begitu bisa mengawasi anak-anaknya.
Perlajaran di sini adalah, tekadang, fasilitas yang lengkap tidak selalu menjadi faktor dari keberhasilan, penentu keberhasilan sesungguhnya adalah pribadinya sendiri. maka, bagi yang merasa tidak dianugrahi rejeki yang melimpah, tidak dilahirkan dari keluarga yang kaya raya, jangan kecewa. ada banyak kisah orang-orang sukses yang berjuang dari nol, dan yakinlah, bahwa kita akan memperpanjang daftar kisah orang-orang sukses tersebut dengan nama anda.
sedangkan bagi yang merasa dianugrahi fasilitas yang memadai, jangan menjadi manja, jangan menjadi sombong, karena jika kita manja dan sombong, kita telah keluar dari jalan lurus menuju kesuksesan.

2. Waktu masuk shalat ashar, sang ayah ke masjid dengan pakaian yang lengkap, sarung dan baju koko plus peci. sedangkan sang anak hanya menggunakan kaos dan sarung. yang saya sayangkan adalah, sang ayah tidak menasehati anaknya untuk menggunakan pakaian terbaiknya ketika melaksanakan ibadah shalat ke masjid.
Pelajaran di sini adalah, ternyata contoh yang baik saja masih belum cukup untuk mengajari anak-anak kita. harus ada perintah atau nasehat langsung, dan alangkah baiknya ketika nasehat itu ditanamkan kepada anak kita sejak kecil, sehingga ketika sudah remaja atau dewasa, tanpa perlu menasehatinya lagi, sang anak sudah bisa menjalankannya.

3. Di tempat les murid saya yang lain, di rumahnya terdapat ruangan yang dipergunakan sebagai mushola, tempat shalat. ukurannya cukup luas, bsa menampung belasan jamaah. letaknya di dalam rumah, ada fasilitas tempat wudhu, sajadah, mukena, Al Qur'an, buku-buku islam, dll. ketika masuk waktu shalat, beberapa penghuni rumah memang tepat waktu atau menjalankan ibadah shalat di awal waktu, tapi yang sangat disayangkan, anggota keluarga yang laki-laki pun melaksanakan shalat di mushola ini. padahal letak masjid terdekat hanya sekitar 15 menit berjalan kaki (saya sudah mengukurnya). apakah mereka tidak paham bahwa bagi laki-laki, shalat berjamaah di masjid itu lebih utama?
pelajaran di sini adalah, meskipun kita bisa membangun mushola sendiri di rumah, shalat di awal waktu, tetapi bagi kaum laki-laki, melaksanakan ibadah shalat di masjid itu lebih utama, bahkan mayoritas ulama (atau bahkan semua ulama? cmiiw) menghukuminya wajib. Mari kita makmurkan masjid. karena salah satu golongan manusia yang akan mendapat pertolongan Alloh di akherat kelak adalah orang yang hatinya terikat kepada masjid.

4. Dari keseluruhan pengalaman mengajar privat, baik di jogja maupun di bekasi ini, hanya sedikit orang tua yang terlihat akrab dan dekat dengan anak-anaknya. kebanyakan terlihat ada jarak, orang tua menempatkan diri sebagai orang tua, sering mereka menceritakan kejelekan-kejelekan anaknya kepada guru lesnya (yang malas belajar lah, yang hobinya maen lah, yang suka membangkang lah, dls). menurut saya ini sikap yang tidak bijak. anak akan semakin manjauh dari orang tua.
pelajaran di sini adalah, ketika kita nanti menjadi orang tua, jangan pernah menceritakan keburukan anak kita kepada "orang luar", jika mengundang guru les, cukuplah memberitahukan prestasi anak kita, kesulitan belajarnya di mana, dan meminta guru les membimbing dan mengajari ini itu, tanpa perlu menyebut sifat atau sikap yang buruk dari anak kita. saya sebagai seorang anak pun tidak akan suka jika orang tua saya menceritakan hal-hal buruk tentang diri saya. dengan demikian, kedekatan antara orang tua dan anak akan tetap terjaga, sehingga jika ada masalah atau apapun, si anak tidak akan sungkan dan ragu untuk menceritakannya kepada orang tua (karena yakin, orang tuanya tidak akan memberitahukanya kepada "orang luar")

5. kedua murid saya ini sekolah di sekolah swasta islam. tetapi sikap dan perilakunya belum menunjukkan bahwa mereka adalah seorang remaja muslim yang bener-bener sholeh. (meskipun saya sendiri juga merasa belum benar-benar sholeh)
pelajaran di sini adalah, pendidikan yang paling utama itu adalah pendidikan di rumah. mau disekolahkan di sekolah sebagus apapun, seislami apapun, jika di rumah tidak dididik dengan benar, hasilnya pun tidak akan sebaik yang kita inginkan.

Semoga catatn kecil ini bisa menjadi pelajaran untuk kita bersama

Oleh-oleh dari petualangan kemarin

tulisan ini akan saya buat menjadi 2 bagian, bagian ini akan menceritakan alasan saya berpetualang, dan bagian berikutnya akan mengkisahkan tentang hal-hal menarik yang saya temui saat berpetualang kemaren.

Cobalah keluar dari zona nyaman
Ketika berada di Jogja, saya merasakan kehidupan saya sangat nyaman. lingkungan yang sangat mendukung, baik untuk beribadah maupun untuk belajar. orang-orang yang ramah, suka menolong, teman-teman yang sangat enak diajak diskusi. pokoke nyaman abis. tapi aku sadar, kehidupan di luar sana tidak lah senyaman ini. membaca berita atau cerita orang-orang, tentang "kejamnya" dunia ini membuatku berkeinginan untuk menaklukkan dunia yang sesungguhnya, bukan dunia Jogja tentunya. maka dari itu, setelah lulus kuliah saya membulatkan tekad untuk menjajal hidup di ibukota Jakarta. keputusan yang berat memang, jauh dari rumah, jauh dari keluarga, serta bayangan-bayangan negatif akan kekejaman kota Jakarta sempat menghantui, tetapi keinginan untuk menempa diri lebih kuat, akhirnya dimulailah fase kehidupanku yang baru.

Delapan bulan berada di Jakarta, saya belum benar-benar merasakan "kejamnya" Jakarta. semuanya masih terasa biasa saja. jarak kantor dan kos-kosan yang terbilang dekat membuat saya tidak pernah merasakan kemacetan. lingkungan kos-kosan yang banyak berisi orang jawa (tengah maupun timur) membuat suasana tidak jauh berbeda dengan di rumah, hanya sedikit cuek saja orang-orangnya. tapi banyak juga yang baik hati, ngasih makanan, ngangkatin jemuran ketika hujan, nraktir es doger, dll :)

Maka, ketika ada tawaran untuk mengajar privat di Bekasi, saya langsung mengiyakan. Dari pengalaman saya ketika keluar kawasan kos-kosan dan kantor, misal saat maen ke rumah atau kos teman, banyak hal menarik yang bisa saya saksikan. banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. tetapi ongkos yang besar membuat saya berpikir ulang jika ingin keliling Jakarta. dengan mengajar privat ke tempat yang jauh, saya bisa merasakan suasana asli Jakarta, tanpa biaya. bahkan malah mendapat tambahan uang saku :) dan perkiraan saya tepat. di minggu ke dua saya mengajar privat di Bekasi, banyak hal menarik yang bisa saya buat menjadi catatan kecil di sini. akhirnya saya bisa menarik kesimpulan, ketika kita mencoba keluar dari zona nyaman dengan bekal yang cukup, maka yang kita dapat adalah pelajaran berharga, pengalaman yang luar biasa, untuk itu, jangan takut untuk keluar dari zona nyaman, tentu dengan membawa bekal yang cukup. karena jika kita terus-terusan bertahan di zona nyaman, pribahasa "bagai katak dalam tempurung"pun pantas disematkan.
Perjalanan
agar teman-teman dapat membayangkan seberapa jauh perjalanan saya, saya seratakan pula rute perjalanan saya ketika mengajar privat ke Bekasi.
Berangkat dari perkampungan nelayan muara angke, pluit, Jakarta utara dengan menaiki angkot B01 menuju Superindo di muara karang. turun di superindo, lanjut perjalanan dengan metromini 02 menuju stasiun kota Jakarta. perjalanan ke Bekasi saya lanjutkan dengan KRL Ekonomi AC. turun di stasiun kranji, langsung disambung dengan angkot k25. sampai di perempatan rawa panjang, pindah ke angkot k11A. turun di jembatan 9 rawa lumbu, jalan kaki sekitar 250 m, sampai di rumah murid pertama, anak SMA Al Azhar.
dari rawa lumbu, perjalanan ke rumah murid ke dua dimulai dengan berjalan kaki sekitar 400 m untuk menjemput angkot k 11 (bukan k11A). turun kembali di rawa panjang dan pindah ke angkot k25. kali ini turun di BCP (Bekasi Cyber Park). jalan kaki sebentar ke belakang BCP untuk mendapatkan mikrolet M26. naik M26 samapi di superindo jaka permai, kemudian naik ojek masuk ke perumahan jaka permai, sampailah di rumah muridku yang ke dua.
keluar dari perumahan dengan diantar muridku sampai superindo, perjalanan pulang dimulai dengan menaiki angkot 58 jurusan cililitan. tetapi tidak perlu sampai di ciliitan, saya turun di dekat perempatan UKI/Cawang. kemudian menyebrang jalan dan naik bus jurusan Grogol. turun di Grogol, dan petualangan hari itu ditutup dengan naik angkot B01 sampai kembali ke muara angke.


silahkan liat di peta (klik peta untuk memperbesar) untuk tempat-tempat yang saya sebutkan. pluit ada di ujung atas peta (tulisannya kepotong), rawalumbu tidak terlihat di peta, tetapi ada kata Bojong (di bawah kanan), nah, rawa lumbu di situ (nama lengkapnya Bojong rawa lumbu), jaka permai di dekat jaka setia atau jaka sampurna. rawa panjang di tulisan pekayon jaya. UKI/Cawang tidak tertulis, letaknya perempatan besar deket pancoran.

Apr 6, 2011

Biaya Hidup di Jakarta

mungkin sudah ada sangat banyak blog/forum yang membahas tentang estimasi biaya hidup di Jakarta. tapi di sini, saya akan kembali membahas dengan sudut panang saya pribadi, yang telah merassakan "nikmatnya" tinggal di Jakarta selama (hingga bulan ini) tujuh bulan.

Estimasi biaya hidup per bulan di Jakarta untuk kelas ekonomi menengah (masih single)

1. Biaya kos = Rp. 400.000
kos-kosan di Jakarta sangat bervariasi. untuk harga Rp. 400.000 yang saya tahu, fasilitasnya hanya kamar berukuran 3 x 2,5, lantai keramik, tembok bata, kamar mandi luar, tanpa isi (kosongan), tapi itu sudah termasuk listrik dan air (bebas mau bawa apa aja). kalau mau yang lebih murah, kos-kosan seharga Rp. 300.000/bulan pun ada. kamar ukuran sekitar 3 x 2,5 juga. kosongan dan sekat antar kamar terbuat dari papan/triplek, kamar mandi luar dan antri :D. kalau mau yang lebih bagus, ada yang Rp. 500.000/bulan. Keramik dan tembok, 3 x 3, ada ranjangnya dan loundry gratis. kamar mandi masih luar kayaknya. kalo yang Rp. 800.000/bulan full AC, kulkas, kamar mandi dalam, loundry dll :D. tapi karena perhitungan ini untuk golongan menengah, kita ambil aja yang Rp. 400.000.

2. Biaya makan = Rp. 600.000
dengan perhitungan sekali makan sekitar Rp. 6.000 (nasi+sayur+telur) sampai Rp. 8.000 (nasi+sayur+ayam). dengan perhitungan satu hari makan 3 kali dan satu bulan ada 30 hari maka diambil pembulatannya yakni Rp. 600.000
kalau mau lebih irit, ada nasi+sayur+tahu/tempe seharga Rp. 5.000. atau beli magic com untuk masak nasi, jadi tinggal beli lauk dan sayurnya saja. atau yang lebih ekstrem cukup makan 2 kali sehari, sarapnnya cukup dua potong roti tawar (Rp. 7.500 dapat 10 potong)

3. Biaya transport = Rp. 100.000
cari kos yang dekatlah dengan tempat kerja, yang bisa dicapai dengan berjalan kaki, kalau terpaksanya gak ada, cari yang dilewati angkot/metro mini dan sekali nyampe. dengan demikian, biaya transportasi bisa sangat ditekan. dengan naik angkot/metromini sekali jalan Rp. 2.000. maka berangkat-pulang kerja menghabiskan Rp. 4.000. dalam 1 bulan ada 25 hari jam kerja berarti sebulan menghabiskan Rp. 100.000
informasi tambahan jika mau melakukan perhitungan ulang. angkot (baik kwk/warna merah maupun mikrolet/warna biru muda) ongkos aslinya Rp. 4.000 dari ujung ke ujung (misal jurusan grogol-muara angke, dari grogol ke muara angke bayar Rp. 4.000, tapi klo kita naik dari jembatan tiga atau dari manapun yang bukan dari ujung, Rp. 2.000 mau kok).
metromini (bus kecil) dan bus cina jauh-deket Rp. 2.000. bus way Rp. 3.500. ojek dan bajai antara Rp. 5.000-Rp. 20.000 tergantung jauh deketnya (saya sarankan jangan naik ojek atau bajai jika belum berpengalaman menawar, pengalaman saya dari grogol ke pluit tukang ojekya minta Rp. 20.000, padahal naik kwk B01 cuma Rp. 2.000)
untuk yang berencana membawa sepeda motor, saya kurang bisa mengestimasi. tapi silahkan dihitung sendiri, yang jelas harga premium saat tulisan ini dibuat masih Rp. 4.500/liter.

4. Biaya keperluan sehari-hari = Rp. 150.000
meliputi sabun mandi, sabun cuci, sampo, odol, air galon, minyak wangi/deodoran, kopi, susu, gula, teh, obat nyamuk, dll. biaya ini memang sangat variatif, dan sangat subjektif. saya sarankan untuk membeli teko listrik agar tiap pagi bisa menikmati segelas kopi, teh manis atau susu. perlu diketahui, segelas teh manis atau kopi di sini dihargai Rp. 2.000. padahal harga sachetnya ada yang cuma Rp. 500. kalau ingin menghemat lagi, mandilah sekali sehari (saat mau berangkat kerja), gak ganti baju sebelum kotor dan bau (biar jarang make sabun cuci), dan bawa botol air mineral kosong ketika berangkat kerja, kemudian pulang dengan kondisi botol tersebut terisi penuh :)

5. Biaya pulsa = Rp. 50.000
gunakan pulsa seperlunya. gunakan SIM card yang terkenal murah. jika ingin ngobrol dengan seseorang, minta dia yang menelepon. dijamin pulsa Rp. 50.000 cukup untuk sebulan.

6. Biaya hiburan = Rp. 150.000
hiburan di sini bisa berarti jalan-jalan, ke mall, ke monas, ragunan atau TMII, ke kebun raya bogor juga bisa (naik kereta KRL ekonomi cuma Rp. 3000 nyampe bogor). klo mau yang sedikit mahal ya ke ancol atau dufan. hiburan juga bisa berarti makan makanan yang enak-enak, coba-coba fast food atau restoran, sekali sebulan lah. bisa juga ditabung untuk beli gadget baru. pokoknya selalu anggarkan untuk hiburan, terkadang, kita perlu memanjakan diri untuk menghargai kerja keras kita. yang jelas, jangan dipakai buat hura-hura atau melakukan hal yang melanggar norma agama.

7. zakat dan atau sedekah = Rp. 50.000
meski belum tentu masuk nisab untuk harta yang dizakati, saya sarankan untuk tetap mengambil jatah 2,5% dari pendapatan kita untuk disedekahkan. dengan asumsi pendapatan Rp 2 juta, maka jatah untuk sedekahnya Rp. 50.000. bagi yang percaya bahwa sedekah itu akan membuat menjadi lebih kaya (kaya di akherat), maka ambillah sebagain jatah untuk hiburan menjadi untuk sedekah.

Dengan demikian, total pengeluaran per bulan untuk satu orang (single) untuk hidup layak (menurut saya sudah sangat layak malah) di Jakarta adalah : Rp. 1.500.000.

bagaimana? cukup murah bukan? jadi, dengan perhitungan ini, jika teman-teman mendapat tawaran kerja di jakarta dengan gaji kurang dari Rp 2 juta. jangan mau. itu artinya teman-teman hanya dapat menabung dan menyisihkan untuk keluarga ataupun untuk sedekah sangat sedikit.
mintalah gaji di atas Rp. 2 juta. teman-teman bisa menyampaikan argumen dengan perhitungan saya di atas.

tetapi jika teman-teman yakin dapat lebih berhemat, ya terserah, jika memang merasa gaji kurang dari Rp. 2 juta itu cukup, silahkan ambil keputusan dengan penuh keyakinan. semoga tulisan saya ini dapat membantu teman-teman yang masih ragu untuk merantau ke ibu kota, karena simpang siurnya berita tentang kehidupan di Jakarta.

NB: perhitungan ini bisa berbeda untuk tempat yang berbeda. saya berlokasi di Jakarta utara, dekat dengan kawasan elite (PIK, green bay, pluit) tetapi lebih dekat dengan pemukiman warga kelas menengah ke bawah (perkampungan nelayan, muara angke). untuk yang berdomisili di kawasan elit (bener-bener elit, gak ada perkampungan warga kelas menengah ke bawahnya), maka estimasi biaya hidup ini perlu direvisi. katakan saja untuk biaya kos menjadi Rp. 800.000. sekali makan Rp. 10.000. biaya keperluan sehari-hari menjadi dua kali lipatnya, silahkan dijumlahkan sendiri hasilnya. ^_^

Apr 3, 2011

Ngambil dari Buku Diarynya Dewi (episode 03)

Tak terasa, sudah 3 tahun aku menjalani pendidikan di bangku kuliah ini. Semester ini, aku sudah harus mulai mencicil mengerjakan skripsi. Benar-benar tidak menyangka bahwa aku akhrinya bisa kuliah, bahkan sudah hampir lulus begini.

Masih teringat jelas dalam benakku, tiga tahun yang lalu, ketika membaca pengumuman SNMPTN, aku dinyatakan diterima di pilihan pertama, Teknik Fisika UGM. Hari yang membahagiakan, sekaligus menyedihkan. Karena pada hari itu juga, setelah membaca persyaratan registrasi berikiut komponen biaya yang harus dibayar, orang tuaku menyerah. Mereka tidak memiliki uang ataupun barang yang biasa dijual, yang cukup untuk membayarnya. Bahkan kedua orang tuaku sempat menangis di depanku, meminta maaf karena tidak bisa mendukung cita-citaku untuk kuliah. Aku sedih sekali waktu itu, bukan karena aku gagal kuliah, tetapi karena aku membuat kedua orang tuaku menangis.

Mimpi kuliah di UGM saat itu juga aku hapuskan, kemudian aku mencari informasi kursus-kursus D1 yang bisa menambah keahlianku. Tetapi, guru di SMAku sangat menyayangkan keputusan keluargaku untuk tidak registrasi ke UGM. Kemudian beliau menghubungi salah satu alumni yang juga masih kuliah di jurusan yang sama dengan pilihanku. Alumni tersebut menginformasikan kalau ada banyak beasiswa yang disediakan di UGM, dan dia berjanji untuk membantuku mengajukan beasiswa agar dapat kuliah di UGM tanpa biaya. Sempat beradu argumen dengan kedua orang tuaku, bahwa mendapat beasiswa yang full itu sulit. Belum juga memikirkan biaya hidup dan tempat tinggal, karena tidak mungkin Jogja-Klaten aku laju. Tetapi, aku bersikeras, aku akan datang dulu ke UGM, berusaha memperoleh beasiswa seperti yang dijanjikan kakak alumni itu. Jika aku tidak berusaha dulu, bagaimana mungkin ada jalan? Akhirnya orang tuaku menyerah. Mengijinkanku berangkat ke Jogja pada hari terakhir registrasi, hanya membawa dokumen-dokumen yang menjadi syarat registrasi, termasuk surat pendukung untuk memperoleh beasiswa -seperti yang diminta kakak alumni SMAku- beserta uang Rp. 500.000.

Sesampainya di Jogja, kakak alumni SMAku mengantarkanku ke stand advokasi BEM Fakultas Teknik Aku mendapat informasi detail mengenai keringanan biaya di UGM. Untuk sumbangan SPMA, bisa diusahakan gratis oleh para pengurus di BEM, tetapi untuk biaya SPP dan BOP, aku baru bisa mengusahakan beasiswa di semester dua. Dengan bekal uang yang aku bawa, tentu tidak cukup utuk membayar SPP dan BOP di semester satu. Para pengurus BEM bingung juga bagaimana lagi untuk membantuku. Aku kembali terpuruk, sepertinya memang sulit bagi anak miskin sepertiku untuk kuliah di UGM. Tiba-tiba salah seorang dari pengurus BEM yang ada di stand ini berdiri, yang kemudian aku ketahui namanya kak Faisal, dia menyuruhku menunggu, dan dia pergi.

Beberapa saat kemudian dia datang lagi, kemudian menyuruhku mengikutinya. Aku berjalan di belakangnya, menuju ke gedung Jurusan Teknik Fisika. Di dalam gedung yang akan menjadi tempatku menuntut ilmu kuliah ini, aku sempatkan untuk melihat-lihat, sampai kak Faisal menyuruhku masuk ke ruangan Ketua Jurusan. Aku masuk, dan dia pun juga menemaniku masuk. Sebelum masuk ke ruangan Ketua Jurusan ini, awalnya aku membayangkan sosok dosen yang sudah tua, rambut botak dan beruban, serta berkacamata. Tetapi bayanganku langsung sirna setelah pintu terbuka. Sosok yang duduk di belakang meja itu seorang yang menurutku masih sangat muda. Mungkin usianya baru sekitar 30an tahun. Rambut hitam dan bergelombang, wajah bersih tanpa keriput, dan tanpa kacamata. Setelan kemeja lengan pendeknya membuat tampilan beliau jauh dari kesan kaku, beliau terlihat sangat santai.
Beliau mempersilahkan aku duduk di kursi di depannya, sedangkan kak Faisal duduk di sofa di belakangku. Kemudain beliau mulai memperkenalkan diri, namanya Pak Hafidz. Ternyata jabatan beliau bukan ketua jurusan, melainkan hanya Penanggung jawab bidang kemahasiswaan dan alumni, menggantikan tugas ketua jurusan untuk sementara yang sedang bertugas keluar kota. Kemudian secara singkat beliau juga menjelaskan tentang percakapannya dengan kak Faisal sebelum ini. Aku hanya diam saja mendengar penjelasan beliau, sampai kemudian beliau bertanya-tanya tentang diriku, tentang keluargaku dan banyak hal lagi. Meski sebenarnya aku diwawancarai namun waktu itu aku tidak merasakannya, yang ku rasakan hanya sekedar ngobrol biasa. Akhirnya beliau mengatakan -yang sempat membuatku shock saat itu- bahwa yayasan beliau akan membiayai kuliah saya sampai saya lulus. Full. Saya benar-benar kaget sekaligus bahagia, kemudian beliau memintaku untuk segera melakukan registrasi, beliau membuat surat yang menyatakan bahwa biaya kuliah saya ditanggung oleh yayasan beliau, sehingga saya bisa melakukan registrasi tanpa harus membayar terlebih dahulu. Saya berkali-kali mengucapkan terimakasih, dan beliau berkali-kali pula mengucapkan, sudah, sudah, nanti setelah selesai registrasi, tolong balik ke sini.

Setelah selesai melakukan registrasi, ternyata sudah masuk waktu ashar. Ku sempatkan shalat ashar di mushola Teknik, dari suara takbirnya, ku kenali bahwa imam shalat itu Pak Hafidz, meski baru pertama kali bertemu, tapi logat dan nada suaranya yang khas membuatku yakin bahwa itu beliau. Selesai shalat ashar, aku kembali ke ruangan Ketua Jurusan. Ternyata kami malah bertemu ketika baru sampai di KPTU. Aku kembali ditanyai tentang rencana ku ngekos, tentang biaya hidup dan sebagainya. Dengan jujur, aku menjawab bahwa aku belum punya rencana apa-apa. Survei kos-kosan pun belum. Mendengar jawabanku itu, Pak Hafidz tersenyum dan memintaku untuk menemui istrinya di rumah. Beliau memberikan alamat rumahnya dan keterangan, bus mana yang harus aku tumpangi. Tidak terlalu sulit ternyata, aku sudah sampai di rumah Pak Hafidz. Di sebuah kompleks perumahan sederhana, rumah beliau terbilang kecil. Berpagar besi tanpa ukiran, berdinding putih, halaman depannya yang sempit dihiasi dengan bunga-bunga dalam pot-pot.

Ku pencet bell, terdengar suara salam dari dalam rumah. Cukup lama aku menunggu, sampai pintu depan terbuka, kemudian muncul seorang ibu-ibu muda, menggendong anak yang masih balita dan sepertinya beliau sedang hamil. Beliau menyambutku ramah, membukakan pintu gerbang, dan mempersilahkanku masuk. Kami pun mengobrol di halamannya.................................

Obrolan kami memang hanya berlangsung singkat, waktu juga sudah terlalu sore. Menjelang maghrib aku pulang. Di dalam bus menuju Klaten aku tak habis pikir. Bener-bener sebuah anugrah luar biasa yang Alloh turunkan untukku. Istri Pak Hafidz, yakni Bu Rahma, menawarkan kos-kosannya, atau lebih tepatnya asrama yang ia kelola. Aku diperkenankan menempatinya secara gratis. Asrama itu memang diperuntukkan bagi para mahasiswa yang kesulitan keuangan. Sebagai konsekuansinya, penghuni asrama harus mematuhi peraturan. Bagiku, seluruh peraturan yang tadi Bu Rahma jelaskan tidak ada yang memberatkan. Jadi, aku merasa benar-benar mendapatkan semuanya dengan cuma-cuma.

Sampai di rumah, orang tuaku tidak percaya dengan semua ceritaku. Mereka tidak percaya ada orang seperti pak Hafidz dan Bu Rahma. Tapi mereka tidak bisa membantah lagi ketika aku tunjukkan kartu mahasiswa sementara hasil registrasi. Akupun menjelaskan syarat-syarat yang harus aku penuhi untuk mempertahankan beasiswa ini. Termasuk menjaga nilai tetap baik, mematuhi berbagai aturan asrama, mengikuti kegiatan-kegiatan asrama, dan organisasi kampus. Mengetahui syarat yang seabrek itu, orang tuaku hanya geleng-geleng kepala. Tapi mereka berdua mendukungku dengan sepenuh hati. Hari itu benar-benar momen yang paling membahagiakan dalam hidupku. Malam itu, wejangan dari kedua orang tuaku terus mengalir. Menasehatiku untuk sungguh-sungguh kuliah. Gak macem-macem. Mengingat kuliahku dibiayai pihak lain.

Quote from film Queen Bee

banyak orang bilang, kalau kita anak muda dari generasi yang apatis.

mereka salah, kita dari generasi yang apatis, dan manja

kita cuma bisa ngeluh, diem, dan berharap akan datangnya orang untuk ngebantu kita

tapi pada akhirnya, semua anak manja harus menjadi mandiri untuk kepentingan hidupnya.

dan kepentingan pribadi anak manja ini, pasti akan berhubungan dengan kepentingan orang banyak

contoh gampangnya deh, bagi kita penting banget kan untuk gak bau badan,

dan percuma kalo kita doang yang wangi, dan orang lain enggak. mending wangi semua kan?

dan gue yakin? masalah kita, bukan masalah wangi, atau enggak?

jadi, mau berapa lama lagi kita kayak gini?

mau berapa lama lagi kita cuma bisa ngomel di blog, karna guru gak becus ngajar.

mau berapa lama lagi kita cuma bisa marah-marah di status facebook karna Indonesia payah.

atau maki-maki mau pindah jadi warga negara lain karna Indonesia gak sesuai dengan negara idaman lo.

coba kita bayangin, kita hidup di tahun 1945, apa kalian yakin? Indonesia bisa merdeka?

padahal waktu itu, fasilitas mereka sangat minim kalo kita bandingin sama Indonesia sekarang.

tapi mereka bisa terhubung jadi satu. karna kepentingan merdeka tiap-tiap orang, menjadi kepentingan bersama.

energi yang sama bisa kita genggam detik ini, kalo kita peduli dengan kepentingan yang lebih besar.

karna kita sekarang mempunyai fasilitas yang jauh lebih maju.

jadi bagi saya, ini saatnya Indonesia didukung oleh anak-anak muda terbaik, yang mau mementingkan bangsanya.


Apr 2, 2011

Dilema para Tenaga Pendidik



Menjadi pendidik di negeri ini emang penuh dengan dilema. pertentangan antara idealitas da realitas. film "Alangkah lucunya negeri ini" yang baru saja aku tonton merepresentasikan hal itu. film terbitan tahun 2010 itu menceritakan (meski bukan cerita utamanya) tentang lulusan S1 jurusan pendidikan (FKIP) yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena untuk menjadi guru di sekolah negeri (PNS), dia harus membayar sejumlah uang.

Di kehidupan nyata, ternyata tidak jauh berbeda dengan penggambaran di film. Meski dengan inti permasalahan yang berbeda. Sudah ada tiga guru yang membagi pengalamannya kepadaku ketika mengajar di sekolah negeri. Para guru yang berusaha mempertahankan idealismenya, bersikap jujur, harus dibenturkan dengan kebijakan sekolah/yayasan yang menaungi sekolah. oleh pihak sekolah, guru dilibatkan dalam tindakan kecurangan untuk membuat seluruh siswa di sekolah tersebut lulus 100% ketika UAN. guru yang tidak mau terlibat terancam kehilangan pekerjaannya.

Begitu pula guru yang berusaha mengajarkan sikap disiplin kepada murid. memberikan hukuman yang dirasa perlu ketika murid melakukan kesalahan atau tindakan yang tidak pantas. tetapi sang guru malah dilaporkan dengan dalih tindak kekerasan kepada murid. melanggar HAM dan UU perlindungan anak. guru menjadi serba salah. tidak lagi dihormati di sekolah.

ada pula dalam menghadapai orang tua yang egois. tidak mau tau apa dan bagaimana prosesnya. mereka mengingnkan anak-anak yang diajar oleh sang guru mendapat nilai sempurna. ketika nilai sang anak jeblok, guru lah yang disalahkan dimaki-maki, dibilang tidak becus mengajar. padahal, jikalau orang tua melihat bagaimana proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas, sang anak lebih suka mainan HP atau BBMan (blackbarry messager), ketika disuruh mencatat apa yang guru jelaskan di papan, sang murid mengambil HP Blackbarry nya dan kemudian memfoto papan tulis, dalam kasus seperti ini, apakah pantas sang guru disalahkan ketika sang murid gagal dalam ujiannya?

yah.....menjadi guru memang penuh dengan dilema. belum bicara mengenai gaji atau honor para tenaga pendidik. masih banyak guru yang terpaksa nyambi kerja lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. padahal guru lah yang berjasa membuat para generasi penerus bangsa ini bisa membaca, menulis dan mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahui.

maka, tak sedikit kemudian guru yang menanggalkan idealismenya. mengajar hanya sekedar memenuhi kewajiban. mengajar hanya sekedar untuk mendapat gaji dan memenuhi kebutuhan hidupnya. maka guru-guru yang seperti ini tidak begitu mempedulikan perkembangan tiap anak didiknya. tidak peduli apakah metode pengajarannya tepat. tidak ada upaya pengembanagn diri dan penyesuaian materi dengan kemajuan teknologi.

akupun teringat kejadian beberapa tahun lalu, seorang kepala sekolah yang baik, yang mengelola sekolahnya dengan penuh keejujuran dan tanggung jawab, dipensiundinikan oleh pejabat yang berwenang karena tidak mau menyumbang dana untuk kampanye partainya. sebagai penggantinya, guru yang jelas-jelas aku ketahui track recordnya diangkat sebagai kepala sekolah menggatikan kepala sekolah sebelumnya. tentu beliau bukan guru teladan, karena untuk mendapat jabatan itu ia perlu menyumbang sekian juta untuk dana kampanye partai penguasa di daerah itu. dan sebagai upaya untuk balik modal, seperti yang bisa kita tebak, ia membuka kesempatan bagi calon murid yahttp://www.blogger.com/img/blank.gifng sebenarnya tidak memenuhi syarat masuk ke sekolah tersebut, untuk bisa menduduki kursi di sekolah yang ia pimpin, "hanya" dengan membayar sekitar 2 juta.

miris memang, tetapi inilah wajah dunia pendidikan kita. jika anda seoarang tenaga pendidik, entah guru sekolah negeri, swasta, guru bimbingan belajar ataupun dosen sekalipun, aku mengharapkan, agar anda sekalian tidak menyerah, jangan lepaskan idealisme anda. apapun risikonya. karena hanya kita, para guru yang berani mendobrak sistem ini lah yang bisa menyelamatkan pendidikan di negeri ini, agar tidak semakin terjun ke jurang yang semakin dalam.

mengajarlah dengan hati, dengan kejujuran, dengan perasaan dan dengan cinta

link terkait sebagai referensi:
Jangan takut menjadi tenaga pendidik