Panduan menggunakan Blog ini :D

Pembaca yang budiman, silahkan isi kolom komentar dan memulai diskusi pada setiap postingan. Semakin ramai semakin semangat saya dalam mengelola blog ini. Selamat menjelajahi seluruh isi blog. ^_^.

Oct 16, 2018

Kurangin Sampah, Banyakin Anak.


~Demi masa depan Bumi kita guys~
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup, jumlah sampah kantong plastik yang dihasilkan Indonesia dalam satu tahun mencapai 10 juta lembar. Pada 2019, diperkirakan jumlah sampah plastik yang ada di Indonesia sebanyak 9,5 juta ton. Sedangkan menurut data dari Jambeck (2015), sampah plastik dari Indonesia yang dibuang ke laut mencapai 187,2 juta ton. Tertinggi kedua setelah China. Data dari dinas kebersihan DKI Jakarta menyebutkan, setiap hari mereka mengangkut 7,000 ton sampah. Dari data-data tersebut, apakah kita masih menganggap persoalan sampah adalah persoalan receh atau remeh temeh? Sayangnya, masalah sampah ini menurut kebanyakan orang adalah urusan pemerintah. Solusi – solusi yang ditawarkan juga mayoritas tidak menyentuh kalangan akar rumput. Sehingga kita-kita yang tidak memiliki kuasa ini hanya bisa manggut-manggut sambil ngemil kwaci dan membuang sampahnya di sembarang tempat.

Selama ini kita menganggap bahwa asalkan semua orang membuang sampah di tempatnya, maka tanggung jawab kita dalam urusan sampah sudah selesai, sisa nya biarlah pemerintah yang mengurusinya. Namun, pernahkah terpikirkan dalam otak kita, sampah-sampah yang kita buang ke tempat sampah itu akan lari ke mana? Indonesia belum memiliki sarana pengolahan sampah yang memadai. Kebanyakan sampah hanya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Contoh, di Bantar Gebang yang saat ini telah menampung 18 juta meter kubik sampah. Proses pengolahan sampah di Bantar Gebang memang tidak sekedar ditumpuk-tumpuk saja seperti para koruptor menumpuk harta. Berbagai upaya sudah mulai dilakukan, seperti gasifikasi dan pengkomposan, serta rencana pembuatan pembangkit listrik tenaga sampah. Tetapi mengingat volume sampah yang sudah sedemikian besar nya, dan jumlah sampah yang terus diproduksi tiap hari nya, kita seharusnya mulai berfikir untuk mengurangi jumlah sampah yang kita produksi. Bukan lagi sekedar memastikan kita membuang sampah pada tempatnya ~yang mana sampai sekarang pun kebanyakan warga Indonesia masih belum berhasil melakukanya~. Membakar sampah memang dapat mengurangi volume sampah, tetapi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pembakaran sampah tidak bisa dianggap enteng. Proses pembakaran sampah pada umumnya akan menghasilkan zat-zat berbahaya, mulai dari karbon monoksida (CO), clorin (Cl) hingga benzopirena. Lalu, bagaimana cara kita mengurangi produksi sampah?

Mengurangi sampah plastik.
Sudah cukup banyak kampanye yang digalakkan pemerintah maupun LSM untuk berhenti menggunakan kantong plastik, tetapi entah mengapa efektifitasnya kurang terasa. Padahal effort yang perlu kita keluarkan sebenarnya sangat sederhana. Cukup membawa kantong belanjaan sendiri ketika belanja, atau meminta kardus jika belanjaan kita banyak. Jika lupa tidak membawa kantong belanjaan sendiri, tidak membawa tas, di kendaraan tidak terdapat kantong atau bagasi yang bias dimanfaatkan, dan tidak memungkinkan dibawa dengan tangan kosong, maka simpan plastik belanjaan yang terpaksa digunakan itu untuk digunakan kembali saat berbelanja. Jangan sekali pakai langsung dibuang ke tong sampah. Berbeda dengan popok bayi atau pembalut yang memang hanya bisa sekali pakai.

Untuk yang hobi makan di kantor dan nitip office boy untuk membelikanya, sadar gak kalau ada cukup banyak sampah yang diproduksi saat kita memesan makanan secara take away? Mulai dari kantong plastiknya, bungkus makanannya, karet gelangnya, plastik minumannya, sedotannya, hingga sendok plastiknya. Jika memang memungkinkan untuk makan secara dine in, usahakan makan di tempat. Lebih baik lagi jika mulai membiasakan membawa bekal dari rumah, sudah punya istri toh? Manfaatkanlah istri dengan sebaik-baiknya. Minta tolong siapkan bekal setiap mau berangkat kerja. Eits, tapi hati-hati, jangan sampai Tupperware anda hilang atau ketinggalan di kantor. Urusanya bisa lebih panjang dari ngurus tumpukan sampah. Klo belum punya istri bagaimana? Buat para jomblo, tenang, masalah kalian akan teratasi dengan meminta dibuatkan bekal sama mbak-mbak penjual nasi pecel pinggir jalan, tentu dengan membayar seharga nasi pecel nya. Kalaupun sangat terpaksa membeli makanan dengan cara dibungkus, biasakan membawa wadah sendiri, tidak harus Tupperware jika takut hilang, wadah merk lain juga tidak masalah. Anda bisa meminta penjual makanan menggunakan wadah itu, tak akan ada lagi sampah yang anda produksi dari sini. Ngerasa ribet? Bandingkan lebih ribet mana dengan ngurus sampah yang numpuk di TPA? Atau ngurus e-KTP yang bertahun-tahun tidak jadi juga?

Jenis sampah plastik yang paling sering ditemui selain kantong plastik dan sedotan adalah botol air minum. Jika anda mempunyai rencana bepergian dan merasa memerlukan air minum dalam kemasan, sebaiknya membawa bekal air minum dari rumah. Bahkan anda bisa menghemat biaya air minum jika anda rutin mengisi penuh botol air minum anda sebelum pulang ke rumah. Lebih hemat dan ramah lingkungan bukan? Kalaupun anda lupa membawa bekal air minum dan kehausan dalam perjalanan, jangan langsung memutuskan membeli air minum dalam botol plastik. Usahakan terlebih dahulu mampir ke masjid yang menyediakan minum gratis. Jika tidak ada, belilah air minum dalam kemasan kotak karena bahan baku utamanya kertas, bukan pastik. Dan jika dengan sangat terpaksa membeli air mineral botolan, usahakan mengumpulkannya dan memberikan kepada pemulung. Hal ini akan lebih meminimalisir keberadaan sampah botol air mineral di TPA, sungai atau bahkan laut. Ah, andai kebiasaan orang jaman dulu yang menyediakan gentong berisi air minum di depan rumah untuk orang-orang yang kehausan dalam perjalanan bisa kita lestarikan. Sebuah local wisdom yang sangat disayangkan, tergerus oleh perkembangan zaman.

Mengurangi sampah organik.
Mengapa sampah organik juga perlu dikurangi, bukankah dia bisa terurai dan menyatu kembali dengan alam? Jawabanya adalah karena 60% volume sampah yang masuk ke TPA itu sampah organik. Sampah organik juga merupakan sumber penyakit. Organisme berbahaya berkembang biak dengan cepat karena adanya sampah organik. Cara yang paling mudah dalam upaya mengurangi sampah organik adalah jangan makan menyisakan makanan. Baik saat makan di warung atau di rumah, habiskanlah seluruh makanan yang ada di piring. Jika memang porsi makan anda tidak banyak, bilang ke istri anda atau penjual makanan untuk mengurangi takarannya. Atau jika sudah terlanjur, minta sebagian porsinya untuk dibungkus atau dibagi dengan anggota keluarga lain. Jika tidak menyukai suatu jenis makanan tertentu, jengkol misalnya, bilang ke istri atau penjual makanan untuk tidak menambahkanya di piring anda, agar si jengkol itu tidak terbuang sia-sia.
Cara berikutnya, untuk sampah makanan yang tidak mungkin dihindari untuk diproduksi, misal kulit buah, kulit kentang, potongan-potongan sayur, daun kering, dan sebagainya, sediakan tempat kusus di halaman rumah, atau tanah kosong, atau di pot tanaman, untuk menguburnya. Selain mengurangi volume sampah, kita juga membantu hewan dan tanaman mendapatkan lebih banyak zat hara dari tanah. Jika anda merasa sulit mengubur sampah-sampah organik ini, sediakan satu blender khusus untuk mencacahnya. Maka anda cukup menaburkannya di tanah, tanpa perlu menggali dan menguburnya. Saat memblendernya, pastikan anda dalam kondisi penuh kesadaran, jika tidak, anda bisa mengira campuran jus buah dan sayur lalu meminumnya. Lha wong tinta pilkada aja bisa dikira kopi kok.

Mengurangi sampah elektronik.
Suka ganti-ganti gadget? Suka ngrusakin barang elektronik dan berprinsip “gak papa rusak, biar ntar bisa beli yang baru”? atau lebih memilih lem biru (lempar beli yang baru, duh, ini singkatan jadul banget, bikin pembaca bisa nebak usia saya) daripada mencoba memperbaiki alat elektronik yang rusak? Selamat, anda telah berkontribusi atas menumpuknya sampah elektronik yang membahayakan bumi. Sampah elektronik tidak kalah bahayanya dengan sampah plastik. Selain sulit diuraikan oleh alam, sampah elektronik juga mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, kromium, cadmium yang berbahaya ketika mencemari lingkungan. Oleh karena itu, sampah elektronik dikategorikan kedalam limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Pengolahan limbah B3 tidak boleh sembarangan, tidak boleh asal ditimbun, dikubur atau dibakar. Sedangkan kita tau sendiri, sampah yang kita taruh di tempat sampah itu apakah dipisah-pisahkan oleh petugas kebersihan? Atau diambil dan ditumpuk begitu saja di TPA? Nah, mulai sekarang, rawatlah barang-barang elektronik anda dengan baik, jangan mentang-mentang kaya raya dan punya duit banyak, tiap ada launching gadget baru tak pernah ketinggalan untuk membelinya. Boleh saja anda beralasan itu uang hasil kerja keras anda yang bagaikan kuda, tetapi pikirkanlah masa depan anak cucu kita. Jika ada yang alat elektronik yang rusak, pastikan alat elektronik tersebut benar-benar tidak bisa diperbaiki lagi sebelum memutuskan mebeli yang baru. Tips terakhir, jika sudah sangat ingin mengganti gadget baru padahal gadget lama masih baik-baik saja, sebaiknya gadget lama itu dihibahkan ke teman yang tidak punya. Bukan dibuang atau dijual murah. Karena teman yang tidak punya akan baik-baik merawatnya, sedangkan bila dijual murah, bisa jadi hanya beberapa komponen penting yang dimanfaatkan, sisa nya tetap terbuang.

Demikian tips-tips agar volume sampah yang membebani dan mencemari Bumi kita bisa berkurang. Semoga tidak akan lagi kita dengar dan baca berita ditemukan penyu dan ikan laut yang mati dengan perut penuh berisi plastik. Lalu, apa hubunganya dengan banyak anak? Karena begini, ketika kita sadar bahwa mengurangi sampah itu penting, dan mulai menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari, maka anak-anak kita akan meneladani sikap kita. Semakin banyak anak kita, semakin banyak orang yang peduli akan sampah. Anak kita kelak akan menularkan kebiasaan mengurangi produksi sampah ini kepada teman-temannya, kekasihnya, mertuanya, keluarga besar istrinya, anak-anaknya, teman anak-anaknya, menantunya, keluarga besar menantunya, bahkan bisa jadi hingga cucu-cucunya. Dengan semakin banyak nya orang yang peduli akan sampah, maka akan semakin berkurang pula jumlah sampah yang mencemari Bumi.

Oct 15, 2018

Yang Lebih Ngeselin Dari Emak-Emak Sign Kiri Belok Kanan


~The power of emak-emak straight back again~
Sebel gak sih kalau lagi enak-enak nggeber motor atau mobil di jalan, di depan ada emak-emak mengendarai motor matic yang nyalain lampu sign kiri, tapi ketika kita hendak menyalipnya dari kanan, tiba-tiba dia mbelok nya ke kanan. Seringnya gak sampe tabrakan sih, tapi kaget nya itu kadang masih kebawa meski sudah sampe tempat tujuan. Berbagai postingan dan meme tentang emak-emak model ini sepertinya tidak cukup efektif mengurangi populasi nya di jalanan, bahkan semakin hari rasa-rasanya jumlah mereka semakin meningkat secara logarithmic. Sayangnya, fenomena ini gagal ditangkap oleh produsen sepeda motor matic. Seandainya saja para produsen motor matic bisa menambahkan fitur lampu sign khusus emak-emak, di mana jika pengendara mengarahkan tombol sign ke kanan, lampu sign kiri yang menyala dan sebaliknya atau, kelak di masa depan, bisa saja dikembangkan fitur pendeteksi pikiran di mana lampu sign akan menyala otomatis berdasarkan pikiran si pengendara. Ah, jika benar-benar terwujud, perasaan aman dan damai akan menyertai kita di sepanjang perjalanan meski populasi ibu-ibu mengendarai motor matic makin banyak.
Fenomena salah menyalakan lampu sign ini ternyata pernah diteliti oleh John McKinley dari Queen’s University. Hasil penelitiannya yang berjudul “Sorry, I meant the patient’s left side: Impact of distraction on left-right discrimination” yang diterbitkan oleh Medical Education pada tahun 2015 menyimpulkan bahwa wanita yang berada di ruangan yang bising dan penuh gangguan lebih banyak yang salah membedakan kanan dan kiri. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan membedakan kanan dan kiri dipengaruhi oleh proses neuropsikologis yang mencakup kemampuan mengintegrasikan saraf sensorik dengan informasi visual. Bukan sekedar karena emak-emak itu ndableg. Saya pribadi percaya bahwa kesalahan menyalakan lampu sign ini memang lebih dikarenakan wanita susah membedakan kanan dan kiri jika tidak dalam kondisi full konsentrasi. Buktinya setiap saya menyerahkan hp ke istri untuk menjadi penunjuk arah dalam petualangan kami ke negeri antah berantah, istri saya hampir selalu gagal membawa kami ke tujuan dan berakhir pada “nih lihat sendiri aja petanya”. Terpaksa, untuk urusan ini saya mempercayakan kepada mbak-mbak pengisi suara di google maps atau waze.
Jika pada kasus menyalakan lampu sign ke kiri tapi belok ke kanan ini ada penjelasan ilmiahnya, dan saya pada akhirnya memakluminya, namun ada beberapa perilaku emak-emak naik motor matic yang sampai sekarang masih bikin sebel dan belum saya temukan penjelasan ilmiahnya. Coba kita simak.
Tidak Mamahami Kode Pengguna Jalan Lain
Entah apakah dulu pada masa muda nya, emak-emak ini tidak pernah mendapat kode dari cowok-cowok yang naksir, yang jelas setelah jadi emak-emak naik motor matic, kemampuan memahami kode yang diberikan orang lain kepada mereka adalah nihil. Saya pernah beberapa kali mengalami, saat hendak menyeberang dengan menggunakan sepeda motor, saya menunggu hingga kendaraan-kendaraan di depan saya berada pada jarak yang cukup jauh sehingga saya yakin mereka masih memiliki waktu untuk melakukan pengereman perlahan. Lampu jauh saya kedipkan berulang dengan maksud meminta para pengendara motor di depan saya melambat. Pengendara motor yang bukan emak-emak, langsung memperlambat laju motornya dan memberi saya ruang untuk menyeberang. Tetapi sialnya, ada satu motor yang tidak melambat, membuat saya ragu untuk menyeberang. Ketika melewati depan saya, saya bisa mengidentifikasi bahwa dia seorang emak-emak mengendarai motor matic. Sempat ada satu kejadian di mana si emak-emak memboncengkan anak nya, dan saya jelas sekali mendengar saat mereka melewati depan saya, si anak memarahi ibunya dengan mengatakan “kui mau lho ono seng meh nyebrang” (itu tadi ada yang mau nyebrang). Menunggu hingga ada kesempatan menyeberang lagi, memberi kode lagi, dan diabaikan lagi oleh emak-emak naik motor matic. Oke. Fine.
Belok Kanan Dari Sisi Kanan
Umumnya pengendara sepeda motor akan menggunakan sisi tengah ketika hendak berbelok ke kanan, baik dari jalan utama masuk ke jalan kecil atau sebaliknya, dari jalan kecil masuk ke jalan utama. Tetapi emak-emak naik motor matic memang beda. Saya sering menjumpai mereka menggunakan sisi paling kanan saat berbelok ke kanan. Memang seringnya tidak terjadi masalah karena jalanan yang relatif sepi. Namun beberapa waktu lalu hampir terjadi musibah yang membut jantung saya rasanya mau copot. Waktu itu malam hari sekitar pukul sembilan. Dalam kondisi lelah dan mengantuk sepulang kerja, saya hanya ingin secepatnya sampai di rumah sehingga motor saya pacu dengan kelajuan yang agak tinggi. Saat hendak berbelok ke kiri masuk ke dalam jalan perumahan, sel-sel saraf saya yang terlatih karena setiap bermain futsal saya selalu mengambil posisi sebagai kiper, secara reflek memerintahkan kedua tangan untuk menarik tuas rem. Beruntung kanvas rem motor rajin saya ganti sesuai buku pedoman. Motor saya berhenti sekitar satu centi di depan emak-emak naik motor matic yang hendak belok kanan tapi berada di sisi paling kanan. Apakah kemudian si emak-emak minta maaf? Tentu saja tidak. Meski tampangnya terlihat kaget, tapi tanpa sepatah kata pun, si emak melewati saya dan melanjutkan perjalanannya. Meninggalkan saya yang masih mengatur nafas dan menunggu denyut jantung kembali normal. Ah, coba saya asli orang Surabaya. Mungkin makian jancuk sudah keluar dari mulut ini.
Berhenti Mendadak Di Sembarang Tempat.
Apa yang akan anda lakukan jika pada saat mengendarai motor, hp anda bergetar? Atau anda merasa salah jalan? Atau tiba-tiba anda ingin masuk ke toko yang terletak di seberang jalan? Kebanyakan orang akan memperlambat laju motornya, menyalakan lampu sign kiri dan dengan perlahan berhenti di sisi kiri jalan. Baru kemudian dia mengangkat hp nya, tanya penduduk sekitar, atau menunggu saat yang tepat untuk putar balik menuju toko yang ingin dikunjungi tadi. Lain jika yang mengendarai motor terutama type matic itu adalah seorang emak-emak. Tanpa peduli ada apa dan siapa di belakangnya, mereka akan langsung menepi, pada case terburuknya, mereka langsung berhenti. Ya, berhenti di tengah jalan. Mendapat teror klakson dari pengendara di belakangnya? Ah, siapa peduli. Buktinya saya pernah menemui hal ini beberapa kali. Salah satunya, berhenti di tengah jembatan karena anaknya merengek minta pindah dari sebelumnya berdiri di depan menjadi bonceng di belakang. Mengapa memilih berhenti di jembatan? karena anaknya merengek sesaat sebelum naik ke jembatan. Jangan bayangkan ini jembatan Suramadu ya. Ini jembatan kampung yang tidak bisa dilewati dua mobil pada saat bersamaan. Lebarnya tidak lebih dari tiga meter untuk dua jalur berlawanan arah. Pada kesempatan lain saya pernah menjumpai emak-emak yang awalnya melaju dengan kecepatan sedang tiba-tiba menepi ke kiri tanpa ancang-ancang, tanpa lampu sign, beruntung tepat di belakang dan sisi kirinya tidak ada siapa-siapa. Saya yang berada agak jauh di belakang memperhatikan dan saat melewatinya, saya melihat si emak-emak ini mengambil hp dari sakunya. Saya terus memperhatikan melalui spion, si emak-emak ini menjawab panggilan telepon. Dari kejadian ini saya langsung membuat pernyataan dalam hati, bahwa saya tidak akan menyalip emak-emak dari sisi kiri. Meskipun si emak-emak ini berada di tengah.
Melaju Lambat Di Sisi Tengah Jalan.
Mendahului emaik-emak yang melaju lambat di tengah jalan ini perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi. Kalau menyalip dari kiri, khawatir tiba-tiba si emak banting setir ke kiri karena hp nya bergetar. Menyalip dari sisi kanan perlu memastikan tidak ada kendaraan lain dari arah berlawanan. Kesulitan ini akan lebih terasa jika anda mengendarai mobil. Kode dengan lampu jauh biasanya tidak banyak membantu. Klakson adalah pilihan terbaik, tetapi sebagai orang jawa yang dididik dengan unggah ungguh kepada orang tua, rasanya kok tidak sopan mengklakson emak-emak. Pilihan terakhir tentu saja bersabar, sambil menunggu jalur dari arah berlawanan sepi. Saya pernah mengalami kejadian ketika ada mobil yang sudah beberapa kali menyalakan lampu depan untuk meminta si emak-emak menyingkir, tapi si emak-emak tetap bertahan di tengah. Kemudian si mobil mengklakson beberapa kali, dan si emak kemudian agak menepi. Ketika sang mobil sudah berhasil menyalip si emak, saya yang berada di belakang mobil hendak ikut menyalip. Eh ternyata si emak ini kembali melaju di tengah.

Nah, bagi para pembaca mojok yang merasa sering melakukan hal-hal di atas, saya sarankan untuk segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Mungkin bagi anda hal ini terasa sepele, “alah cuma gitu doang, gak sampe bikin kecelakaan dan masuk rumah sakit kan?”. Tapi bagi saya, tertib dalam berlalu lintas itu cerminan akhlak yang dimiliki. Gak lucu kan klo kita sering koar-koar untuk membela hak orang lain tapi hak pengguna jalan lain tidak dipenuhi.

May 29, 2018

Dilema itu Bernama Anak Tetangga

Akhir-akhir ini saya menemui beberapa kasus yang membuat saya merasa prihatin, karena ada beberapa orang tua yang dari segi usia, fisik, mental dan keuangan sudah siap menikah, tapi belum siap dari segi keilmuan.

Lebih memprihatinkan lagi, saat menjalani pernikahan, tidak ada daya dan upaya untuk meng-upgrade keilmuan tentang rumah tangga, termasuk di dalamnya adalah ilmu parenting.

Memiliki anak yang sopan, beradab, sholeh, cerdas, berbakti, dan berbagai atribut positif lain adalah keinginan semua orang tua. Tetapi apakah semua orang tua kemudian belajar bagaimana cara mendidik anak agar bisa memiliki semua atribut positif tadi? sayangnya tidak.

Tetangga saya, punya anak balita, belum genap 2 tahun sudah dibelikan hape smartphone. Alasanya biar bisa ditinggal mengerjakan pekerjaan lain. Tetangga lain, membiarkan anaknya main di luar rumah pada jam-jam yang tidak normal. Tengah hari menjelang dan sesudah dzuhur, Tepat waktu maghrib, dan bahkan menjelang jam 9 malam ketok2 pintu rumah saya buat ngajak anak saya main. Ada lagi, tetangga yang kenakalan anaknya berlebihan, saat menerima laporan atas kelakuan anaknya hanya berkomentar, "marahin aja klo anak saya nakal".

Dan masih banyak kejadian lain yang membuat saya dan istri harus "mereset" ulang pemahaman anak saya tentang mana yang baik dan tidak baik, mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang sopan dan tidak sopan. Termasuk berusaha menghapus kosa kata kosa kata kasar dari otak anak saya.

Malam tadi ketika anak saya ajak sholat tarawih, dua anak tetangga nyamperin dan ngajak anak saya main. Mereka bertiga main tepat di sebelah saya sholat. Salah satu anak ngambil kipas dan mukul-mukulin ke anak saya. Anak lain ngambil botol dan meminum isinya tanpa ijin smpe hampir habis. Mereka juga mulai ribut dan teriak-teriak. Akhirnya saya putuskan pulang saja setelah selesai 8 rakaat.

Masalahnya, melarang anak saya main dengan anak-anak tetangga tentu bukan pilihan yang bijak. Beberapa anak tetangga lain ada yang baik dan anak saya belajar banyak hal dengan bermain bersama. Mengajak anak main dengan 1 - 2 anak tertentu tidak mungkin terjadi tanpa pengawasan. Selalu menemani anak saat bermain bersama anak-anak tetangga akan mengorbankan waktu istirahat karena banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai. Membiarkan anak main sendiri akan mengubah tatanan akhlak dan adab yang susah payah diajarkan.

Ini semua memang tantangannya. Dahulu, orang tua saya memutuskan untuk "mengucilkan" anak-anaknya agar tidak terpengaruh hal-hal negatif dari lingkungan sekitar. Tapi sebagai akibatnya, saya merasa tidak memiliki life skills dan kekuatan fisik yang mumpuni. Pengetahuan saya terbatas pada apa yang orang tua dan sekolah ajarkan. Saat pertama kali merantau, baru saya sadari bahwa saya tertinggal akan banyak hal dengan rekan seusia saya.

Maka, saya tidak akan mengambil metode yang sama dengan orang tua saya. Saya akan tetap membiarkan anak saya bermain berasama anak-anak tetangga. Akan repot memang. Tapi insya Allah ini akan membuat anak saya lebih mudah dalam menjalani kehidupannya kelak saat dewasa.

Apr 21, 2018

Memahami esensi.


Ketika ada yang mengkritik anda, atau pandangan politik anda, atau agama anda, atau tradisi anda, atau pilihan hidup anda, coba pahami esensi kritikan itu, sebelum anda memutuskan untuk memberikan reaksi.

Ketika ada yang mempertanyakan, mengapa memakai cadar, bukankah itu malah membuat kecurigaan dan sulit utk mengenali? esensinya adalah pada timbulnya kecurigaan, maka bantahlah dengan argumen yang menegasikan argumenya. Bukan malah marah-marah dan mengatai si pengritik tidak paham agama.

Jika ada yang mengkritik pelaksanaan ibadah sholat tarawih yang dirasa terlalu cepat, maka sampaikanlah argumen anda tentang cepat atau lambatnya pelaksanaan ibadah tersebut, bukan malah menganggap si pengkritik menolak tarawih bersama dengan jamaah anda.

Ketika ada yang menanyakan mengapa anda bersikap keras kepada lawan politik dan lembut kepada sesama pendukung parpol tertentu saat keduanya melakukan kesalahan yang hmpir sama, maka sampaikan pendapat anda mengenai perbedaan kesalahan kedua org tersbut, bukan mengatai si pengkritik sebagai org udik yang gak ngerti apa-apa.

Ketika ada yang mengkritik kebiasaan anda yang suka merokok dengan alasan tidak suka menghirup asap rokok anda, maka esensinya adalah asap rokok anda yang mengganggunya, maka sampaikanlah bahwa anda tidak akan merokok di dekatnya, bukan malah berpanjang lebar menjelaskan bahwa tanpa rokok anda tidak bisa berfikir jernih dan seterusnya.

Sayangnya, kita cenderung lebih mengedepankan ego, menganggap kritikan sebagai sebuah upaya mendiskreditkan. Padahal bisa jadi, si pengkrtik memang tidak paham ilmunya, tidak mengerti duduk permasalahanya dan tidak tau kondisinya. 

Maka membatah dengan argumen yang sesuai dengan esensi kritikan akan membuat si pengkritik dan pelaku berada pada level pemahaman yang sama. Sebaliknya, marah-marah dan mengata-ngatai pengkritik malah semakin membuat si pengritik semakin merasa dia yang paling benar.

Renungan tengah malam
22-04-2018

Feb 9, 2018

Menjadi Netral Itu Berat, Kamu Gak Akan Kuat, Biar Aku Aja

Ya. Dalam perseteruan dua kelompok, berusaha menjadi netral itu susah nya bukan main. Ketika mencoba menjelaskan ke kelompok A, belum apa apa sudah dicap sebagai antek kelompok B, begitu pula saat mengklarifikasi ke kelompok B, langsung dicaci maki dan dikatakatain sebagai kacung nya kelompok A.

Bahkan pada tingkatan yang lebih parah. Diam terhadap suatu perkara (karena memang dalam sudut pandang netral hal tersebut cukup didiamkan) bisa dianggap sebagai perbuatan mendukung salah satu kelompok.

Menjadi satu satunya pihak netral di lingkungan yang membela salah satu kelompok adalah ujian paling berat. Karena ujian itu harus dijalaninya sendri.

Jadi untuk kamu yang tetap ingin istiqomah dalam kenetralanya, ingat nasehat Dilan yang saya tulis sebagai judul.

Feb 1, 2018

Tips Mengelola Keuangan

Pada mulanya, saya tidak terlalu teoritis dalam menerapkan aturan pengelolaan keuangan. Ketika uang masuk, pengeluaran dilakukan sesuai kebutuhan. Karena saya bukan tipe orang yang boros, jadi tidak pernah ada masalah dengan krisis keuangan. Namun, setelah mendapatkan materi tentang pengelolaan keuangan yang baik, saya menyadari bahwa seandainya saya menerapkanya dari awal, mungkin tabungan saya sudah lebih besar dari seharusnya. Atau aset dan investasi yang saya miliki bisa jadi lebih banyak dari sekarang. Ya, saya baru menyadari bahwa ternyata uang yang saya belanjakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif lebih banyak dari normal.

Jadi..Begini cara mengelola keuangan.

1. Buat catatan arus keluar masuk uang tiap bulan dengan dibedakan berdasarkan hal berikut:
    a. Pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat saat ini. Hal-hal yang bersifat saat ini antara lain makan, pulsa, internet, listrik, air, transport, hiburan dan keperluan lain yang sifatnya konsumtif.
    b. Pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat masa lalu. Masa lalu itu meliputi pembayaran hutang, cicilan, kontrakan, kos dan sebagainya. Sesuatu yang harusnya dibayarkan pada masa lalu tapi baru bisa dibayarkan setelah menerima gaji atau penghasilan.
   c. Terakhir, pengeluaran untuk masa depan. Yakni berupa tabungan, zakat, infaq, sodaqoh, investasi dan lain sebagainya.

2. Setelah melakukan langkah pertama, buat prosentase tiap bagian.

3. Cek apakah prosentasenya sesuai dengan aturan berikut ini:
   a. Pengeluaran saat ini, maksimum 45%
   b. Pengeluaran masa lalu, maksimum 30%
   c. Pengeluaran masa depan, minimum 25%

4.   Jika tidak sesuai, atur ulang pengeluaran. Misal pengeluaran untuk saat ini lebih dari 40%, maka atur ulang, biaya makan dikurangi, biaya hiburan dihemat, hingga totalnya maksimum 40%. Hasil penghematan itu dipindahkan ke pengeluaran masa depan.

5. Setelah tertata, pastikan bulan-bulan berikutnya pengeluaran kita sesuai dengan apa yang sudah diatur. Setiap mendapat gaji, pisahkan uang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, membayar utang lalu atau untuk tabungan masa depan. Sehingga pengeluaran kita untuk hal-hal bersifat konsumtif tidak akan lebih dari 40% dari pendapatan.

Contoh:

A. Penghasilan bulanan               Rp. 6.000.000,-

B. Pengeluaran bulanan
1. Pengeluaran saat ini
    - Makan bulanan             Rp. 1.000.000,-
    - Belanja bulanan            Rp. 1.000.000,-
    - Transport bulanan        Rp.    600.000,-
    - Pulsa dan internet        Rp.     100.000,-
    - Air dan listrik                Rp.     200.000,-
    - Iuran rutin                     Rp.       50.000,-
    - Hiburan                          Rp.      250.000,-   +
    Total                                  Rp. 3.200.000,-
2. Pengeluaran masa lalu
    - Kontrakan                    Rp.  1.000.000,-
    - Cicilan motor               Rp.     300.000,-    +
    Total                                 Rp. 1.300.000,-
3. Pengeluaran masa depan
    - ZIS                                 Rp.    500.000,-
    - Tabungan                     Rp.    500.000,-
    - Kirim orang tua           Rp.    500.000,-   +
   Total                                  Rp. 1.500.000,-

Dari pengeluaran rutin bulanan yang dilakukan, terlihat bahwa prosentase pengeluaran saat ini lebih dari 45% dari penghasilan. Yakni sebesar 53.3%.

Untuk itu, lakukan perubahan dan pindahkan ke bagian pengeluaran masa depan. Berikut contoh nya
B. Pengeluaran bulanan
1. Pengeluaran saat ini
    - Makan bulanan             Rp.    750.000,-
    - Belanja bulanan            Rp.    750.000,-
    - Transport bulanan        Rp.    500.000,-
    - Pulsa dan internet        Rp.     100.000,-
    - Air dan listrik                Rp.     150.000,-
    - Iuran rutin                     Rp.       50.000,-
    - Hiburan                          Rp.      200.000,-   +
    Total                                  Rp.  2.500.000,-
2. Pengeluaran masa lalu
    - Kontrakan                    Rp.  1.000.000,-
    - Cicilan motor               Rp.     300.000,-    +
    Total                                 Rp. 1.300.000,-
3. Pengeluaran masa depan
    - ZIS                                 Rp.    700.000,-
    - Tabungan                     Rp.  1.000.000,-
    - Kirim orang tua           Rp.    500.000,-   +
   Total                                  Rp. 2.200.000,-

Penghematan bisa dilakukan dengan menghemat pengeluaran untuk makan dengan mengurangi porsi makan di warung makan dan lebih sering masak, menggunakan produk-produk yang lebih murah, dan menghemat penggunaan peralatan listrik. Jatah untuk hibran juga bisa menjadi pos pengeluaran yang bisa dihemat. 

Setelah itu, setiap menerima gaji atau penghasilan, segera pisahkan uang tersebut sesuai pos nya. Juga perlu dipastikan di akhir bulan nanti, jika pos pengeluaran saat ini sudah hampir habis, jangan tergoda untuk mengambil uang di pos untuk masa depan. 

Selamat mencoba. Share juga pengalaman mu di kolom kometar ya.

Jan 19, 2018

Darurat Literasi.


Sebagai aktivis jual beli online, saya sering gregetan menemui pembeli atau calon pembeli yang menanyakan sesuatu padahal hal itu sudah jelas-jelas tercantum di informasi barang. Awalnya saya hanya menganggap orang orang ini sekedar malas membaca detail.

Begitu pula dalam keseharian bersosial media, banyak sekali saya jumpai orang orang yang sekedar membaca judul kemudian menulis di kolom komentar. Dari komentarnya jelas sekali menunjukkan kalau dia tidak membaca isi berita. Kebiasaan ini yang kemudian membuat banyak media (baik mainstream maupun abal-abal) membuat berita dengan judul judul bombastis. Sampai di sini saya masih menganggap bahwa mereka hanya sekedar malas membaca detail.

Kemudian ketika menemui orang - orang yang protes mengenai sistem KPR di mana mereka baru menyadari sistem tersebut setelah sekian lama proses kredit berlangsung, padahal jelas-jelas semua tertulis di perjanjian atau akad jual beli. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa mereka malas membaca detail.

Ketika mengurus balik nama motor di kantor samsat, mengurus BPJS di kantor BPJS, atau mengurus surat pindah penduduk di Disdukcapil, saya juga menemui orang orang yang kebingungan akan alur atau proses nya padahal semua terpampang dan tertulis jelas di papan pengumuman. Saat itu saya mulai khawatir, jangan jangan bukan sekedar malas membaca detail, tapi juga malas membaca dan meresapi maksud bacaan tersebut.

Lalu, ketika membaca berita di media bahwa ada puluhan Customer Lazada yang protes dan meminta uang nya dikembalikan gara-gara mengira tempered glass 100 pcs adalah handphone, saya menjadi yakin bahwa masalah kita bukan sekedar malas membaca detail. Tetapi lebih parah dari itu. Sungguh, bangsa ini sedang mengalami apa yang disebut dengan darurat literasi.

Jan 18, 2018

Menasehati Dengan Kekerasan


Pernah kah anda melihat seseorang yang sedang berupaya menasehati, baik di dunia nyata maupun di media sosial, menggunakan pilihan kata dan bahasa yang kasar dan tidak sopan?

Semisal, "Eh, elu kalo kebanyakan maksiat, trus Allah turunkan azab, yang mampus bukan elu aja monyong!" atau "kalian kalo masih suka mabok mending minggat saja dari kampung sini" atau "Dasar antek kafir, ini itu demi memperjuangkan agama mu juga, gak malu tuh di KTP nulis islam?"
dan sebagainya.

Mari difikirkan dengan jernih, apakah kata-kata di atas akan membuat lawan bicara tersadar, kemudian tergerak hatinya untuk meninggalkan maksiat dan membantu perjuangan agama? saya rasa tidak. Kata-kata tersebut malah akan menjadi kontraproduktif, bahkan dapat memicu terjadinya konflik yang lebih besar, perkelahian dan kebencian misal. Tentu bukan itu yang kita harapkan bukan?

Begitupula dalam menasehati anak. Ucapan kasar dengan nada tinggi kepada anak, meski dengan maksud yang baik, tidak akan efektif membuat anak mengikuti saran atau nasehat kita. Alih-alih patuh, anak malah akan semakin membangkang. Kebanyakan orang tua mungkin tidak menyadari bahwa ketidakpatuhan anaknya bukan karena mereka kurang keras mendidik, tapi karena mereka terlalu keras.

Menasehati anak dengan kata kata yang baik, lembut, penuh kasih sayang, akan membuat anak mengikuti nasehat kita atas kesadaran sendiri. Sehingga di kemudian hari, kita tidak perlu repot-repot menasehatinya secara berulang.

Tetapi, bagaimama jika anak tetap tidak mau patuh dengan nasehat yang lemah lembut? Bukankah hal itu akan membuat orang tua emosi dan kembali marah? Di situlah ujian kesabaran orang tua. Saya pribadi sering menjumpai anak saya enggan mengikuti saran saya dan istri. Tapi kami tidak pernah memarahi atau membentak-bentak nya. Kami selalu memutar otak hingga akhirnya menemukan cara untuk memahamkan anak kami.

Kitalah sebagai orang tua, yang mestinya paham motede apa yang paling efektif dalam menasehati anak. Karena bisa jadi, metode kami efektif diterapkan kepada anak kami, tapi tidak pada anak orang lain.

Jan 11, 2018

Asumsi Dalam Komunikasi

Dalam kerjaan-kerjaan Engineering, menggunakan asumsi itu merupakan tuntutan pekerjaan. Ada banyak informasi yang diperlukan tetapi data yang akurat tidak semuanya tersedia. Bertanya atau menunggu agar memperoleh data yang akurat tidak begitu disarankan karena dapat menganggu project schedule, terkecuali kita yakin dapat tetap mempertahankan on time delivery saat menunggu jawaban atau data yang akurat.

Berbeda dalam kehidupan berumah tangga, menggunakan asumsi sangat tidak disarankan karena dapat menganggu keutuhan rumah tangga. Tidak percaya? Berikut contoh kasusnya:

1. Suami berangkat kerja, lihat istrinya masak. Istri masak dipamitin suami yang bilang, "Ma, aku ntar lembur lagi ya"'.
Jam 11 malam suami sampai rumah, tak ada makanan, nasi sebutir pun tak ada, stok beras pas habis. Bangunin istri, "Ma, tadi mama masak kan?". Istri yg masih mengerjapkan mata sontak terkejut, "Papa belum makan? yaah...kirain makan di kantor apa di jalan, tadi sisa makananya mama kasih ke satpam karna masakan mama gak bisa buat besok pagi".
Akhirnya, sang suami keluar rumah lagi nyari warung yang masih buka.

2. ‎Istri lagi hamil, saat suami hendak pulang kerja, istri berpesan lewat aplikasi chating, "abi, ntar pulang mampir warung bisa? tolong beliin kacang ijo buat cemilan dan sate buat makan malam, abi klo mau makan malam yang lain ya gak papa, umi gak masak tadi".
Sesampainya di rumah, sang suami membawakan bubur kacang hijau dan sate ayam tanpa nasi atau lontong.
"Lho kok bubur kacang hijau? maksud umi kacang hijau yang buat cemilan, yang langsung dimakan, temennya kacang atom atau kacang oven, trus ini kok gak pake lontong? di rumah kan gak ada nasi. Umi gak masak".
Dengan entengnya sang suami menimpali, "coba baca lagi chat umi tadi minta dibeliin apa?"

3. "Yah,,klo tak lihat lemari baju kita kok penuh banget ya? banyak baju baju lama dan gak pernah dipakai, gimana kalau kita sumbangkan saja, biar legaan".
"Iya...bunda atur aja, tapi ayah gak bantuin gak papa ya, kerjaan ayah banyak"
Beberapa hari kemudian
"Bunda, lihat baju jersey bola warna biru? kok gak ada ya?"
"Kan kemarin habis disumbangin baju baju yang gak pernah dipakai"
"Haaa.....?? jersey asli bolaku ikut disumbangkan? kamu tau itu belinya di mana? harganya berapa?"
"Nanti bunda beliin lagi di pasar deh, pake uang bunda"
"......%*¢£¥&#€..."

Ketiga contoh kasus di atas sebenarnya tidak perlu terjadi ketika sang suami atau istri membuang asumsi dan membuka komunikasi. Apa susahnya mengirim pesan, menelepon, dan bertanya,
"Ma, meski pulang malam Papa ntar makan di rumah ya",
"Pa, makanan di rumah habis",
"Mi, ini pesanan umi kan? (sambil kirim foto)",
"Bi, jangan lupa nitip kacang hijau, beli di ****mart, harganya sekian, sama sate dan lontongnya, beli di warung dekat rumah saja, harganya sekian",
"Yah, ini ya baju yang disumbangin",
"Bunda, kaos jersey yang biru itu jarang ayah pake tapi jangan disumbangin ya".

Nah, jadi menghindari asumsi dalam berkomunikasi itu tidak terlalu susah bukan?



Jan 9, 2018

Hitam, Putih dan Abu abu


Mayoritas pilihan di dunia ini tidak sekedar hitam putih, tidak pasti benar dan pasti salah, tidak bisa disebut satu pilihan selalu baik dan pilihan lainnya selalu buruk. Alih alih demikian, pilihan - pilihan dalam hidup ini umumnya memiliki manfaat dan kerugian sekaligus. Sehingga, bisa jadi pada satu waktu pilihan A lebih baik daripada pilihan B dan di waktu lain pilihan B yang lebih baik. Begitu pula, bisa jadi pilihan A lebih baik pada seseorang, akan tetapi tidak bagi orang lain. Orang lain lebih tepat memilih pilihan B. 

Hal ini berlaku di banyak hal dan kesempatan, termasuk dalam mendidik dan membesarkan anak. Di sosial media sering sekali saya baca, perdebatan antara ASI eksklusif vs susu formula, Ibu rumah tangga vs ibu bekerja, mengajar anak calistung saat balita vs setelah balita, memasukkan anak ke PAUD vs tidak menyekolahkan anak sebelum 5 tahun, membiarkan anak bermain gadget sepuasnya vs tidak mengijinkan anak bermain gadget sama sekali, mencekoki anak hafalan Al Qur'an di usia balita vs menunggu anak dapat melafalkan huruf arab dengan baik baru mengajarkan hafalan, memiliki banyak anak vs membatasi jumlah anak, dan banyak lagi. Masing masing mengutarakan argumen nya dari sudut pandang pribadi, sehingga bisa jadi pendapat dia tepat untuk dirinya dan anaknya, tapi tidak untuk orang lain dan anak orang lain.

Kemudian, beberapa emak emak galau setelah membaca perang argumen tersebut, bingung memutuskan apa yang ingin diterapkan kepada anaknya. Padahal, sejatinya, orang tua lah yang lebih paham dan lebih tahu tentang apa yang terbaik bagi anaknya. Orang tua lah yang paham situasi dan kondisi secara lengkap dan menyeluruh. Orang tua lah yang memahami minat, bakat dan kecenderungan sang anak. Orang tua lah yang mengetahui apakah efek buruk yang dikhawatirkan orang lain atau yang terjadi pada anak orang lain berlaku pula kepada anaknya. Sehingga, pendapat orang lain seharusnya tidak dijadikan panutan yang serta merta langsung diikuti. Cukup dijadikan bahan pertimbangan. 

Setelah mengambil keputusan dengan mempertimbangkan banyak hal, tidak perlu lagi memusingkan komentar orang, jangan kembali galau hanya karena keputusan tersebut tidak sesuai dengan kemauan tetangga, teman atau bahkan orang tua dan mertua. Yakinkan pada diri sendiri bahwa "saya lah yang lebih paham mana yang terbaik buat anak saya". Meskipun, ini bukan berarti menutup diri dari saran dan masukan pihak lain, tetapi mengokohkan diri untuk tidak sekedar mengikuti apa kata orang.

Begitu pula, sebagai "orang lain", kita tidak semestinya mengomentari apa yang diterapkan oleh rekan, tetangga, kenalan, bahkan seseorang yang kita tidak kenal, kepada anak-anak nya. Kita tidak tau apa pertimbangan mereka, latar belakang, pola pikir, dan alasan mereka. Sekedar memberi saran atau masukan boleh saja, tapi tidak untuk menghakimi, mencela atau menyalahkan keputusan orang lain terhadap anak-anaknya

Semoga dengan demikian tidak ada lagi perang argumen dan emak emak galau di jagat dunia maya.