Panduan menggunakan Blog ini :D

Pembaca yang budiman, silahkan isi kolom komentar dan memulai diskusi pada setiap postingan. Semakin ramai semakin semangat saya dalam mengelola blog ini. Selamat menjelajahi seluruh isi blog. ^_^.

Jul 15, 2011

Kasus Ruyati: Ujian Kaum Muslimin

Telah terjadi hukum pancung atas ibu Ruyati pada tanggal 18 Juni 2011 lalu di negara Saudi Arabia (http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/), kejadian yang cukup menggemparkan, terutama di Indonesia. Bagaimana tidak? Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya-, adalah seorang ibu berkewarganegaraan Indonesia, yang bekerja menjadi TKW di Saudi Arabia telah dihukum pancung. Seolah tiada hujan tiada angin, tiba-tiba berita duka tersebut menghujani tanah air ini dengan deras, bahkan keluarga korbanpun mengaku tidak mendapat informasi yang cukup. Sebagaimana pemerintah Indonesia juga mengaku demikian.

Informasi yang tiba-tiba dan dengan segala kekurangannya mengundang banyak komentar di berbagai kesempatan. Tentu, komentar itu pun bermacam-macam sesuai keberagaman orang yang berkomentar. Dari muslim, sampai non muslim. Dari orang yang bijak sampai orang yang sembrono. Dari yang menunggu informasi yang cukup sampai yang asal bunyi dengan penuh ketergesaan dan emosi.

Saya memandang bahwa kasus ini sebagai ujian yang cukup berat bagi kita semua, tentu sebagai seorang muslim meyakini, bahwa segala kata-kata yang keluar darinya akan dicacat oleh malaikat, yang bakal ditimbang sebagai amal baik atau buruk di akhirat kelak, ‘Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ [Q.S. Qaf:18]

Inilah ujian pertama bagi kita semua, ketergesaan dalam berkomentar tanpa memiliki informasi yang cukup membuat seseorang terjerumus dalam komentar yang salah dan tidak bijak, sehingga bisa menjadi bencana buatnya atau buat orang lain di kemudian hari.

Memojokkan salah satu pihak dan menyalahkannya tanpa informasi yang cukup adalah sikap yang tidak bijak yang akan merugikan. Ini menggambarkan ketergesaan yang tanpa pikir panjang. Sama saja apakah yang di pojokkan itu adalah pihak Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya- atau pihak pemerintah RI sebagai penanggung jawab atas warganya, ataukah pihak keluarga majikan sebagai korban pembunuhan Ibu Ruyati, ataukah pihak pemerintah Saudi Arabia sebagai hakim antara dua orang yang bertikai dan yang memutuskan perkaranya.

Tentu untuk menilai siapa yang salah, siapa yang keliru, kita harus mengetahui sejak awal kasus ini, apa yang dilakukan Ibu Ruyati, benarkah dia membunuh, bagaimana membunuhnya, kenapa dia melakukannya, apa yang dilakukan majikan, kenapa dia melakukannya, apa yang dilakukan pihak hakim, kenapa sampai pada vonis hukum mati, apa yang dilakukan pemerintah Saudi Arabia terhadap pihak pemerintah RI, apa upaya yang telah dilakukan pemerintah RI melalui duta besarnya. Apakah informasi itu semua telah kita miliki sehingga kita dapat menilai dengan baik dan benar baik dalam menyalahkan atau membenarkan salah satu pihak?

Apakah komentar kita adalah komentar yang dapat dipertanggung jawabkan di dunia maupun di akhirat di hadapan Rabbul Alamin?

Jangan sampai musibah yang menimpa membuat kita jatuh dalam musibah lain, tergelincirnya kita dalam komentar yang salah.

Sebelum saya lanjutkan, saya ucapkan kepada keluarga Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya- agar bersabar atas segala musibah. Sebagai umat muslim, tentu meyakini bahwa semua musibah mengandung hikmah, apa yang terjadi semoga menjadi penebus dosa. Semoga Allah mengganti musibah kalian dengan pahala dan yang lebih baik.

Kembali kepada ujian di balik kasus, di antara ujian yang terberat bagi muslimin dari kasus itu adalah ujian keimanan terhadap ajaran Islam. Tak sedikit dari kasus ini muncul komentar, atau minimalnya perasaan dan anggapan negatif terhadap hukum Islam, qishash. Dari kasus tersebut bisa jadi seorang muslim justru menyalahkan hukumnya, tanpa menengok kepada alur peristiwa dan hukum. Ini yang justru sangat dikhawatirkan, oleh karenanya saya menganggap ini ujian yang sangat berat bagi muslimin, karena ini bisa menggoyah keimanan dan keislamannya. Kembali, sebabnya adalah tiadanya informasi yang cukup tentang kejadian yang sesungguhnya dan tentang apa itu hukum qishash dalam Islam.

Kita tutup sejenak lembaran ibu Ruyati, karena itu sifatnya kasuistik yang untuk mempelajarinya perlu studi kasus. Kita akan coba buka lembaran ensiklopedi fikih Islam, untuk mengetahui apa itu qishash.

Ternyata qishash bukan hanya ada dalam al-Quran bahkan dahulu dalam kitab Taurat pun telah ada syariatnya, saat kitab Taurat masih murni. Allah berfirman yang artinya, “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” [Q.S. al-Maidah:45]

Namun demikian, syariat qishash dalam hal pembunuhan, nyawa dibayar nyawa, tidak sesederhana yang dibayangkan, bahkan hal itu tidak terlepas dari segala aturan yang terkait dengannya. Sebagai contohnya, diantara beberapa syarat seseorang dibalas bunuh, misalnya si pembunuh adalah mukallaf (dibebani hukum, red.), dan si pembunuh membunuhnya dengan suka rela, tidak dipaksa. Dengan pembunuhan ‘qotlul amd’ (sengaja melakukan pembunuhan dengan alat yang mematikan).

Dan di antara syarat meminta qishash adalah bahwa seluruh wali korban sepakat untuk membalas bunuh, bila ada salah satu saja yang memaafkan, maka gugurlah permintaan qishash.

Untuk diketahui pula bahwa balas bunuh bukanlah satu-satunya pilihan bagi keluarga korban, tetapi ada dua pilahan, Nabi memberikan dua opsi, “Barangsiapa yang salah satu keluarganya terbunuh maka dia di antara dua pilihan, diberi diyat (tebusan) atau di-qishash.” [Sahih, H.R. al-Bukhari]

Bahkan, dalam Islam sangat dianjurkan bagi para wali korban untuk memaafkan, artinya tidak membalas bunuh tapi membayar diyat. Dan lebih baik lagi jika para wali korban tersebut memaafkan tanpa bayaran sama sekali. Lihatlah firman Allah yang artinya, “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,“ [Q.S. al-Baqarah:178]. Lihatlah penggunaan kata saudara, apa rahasia di balik itu?

Asy Syaikh as-Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan, “Terkandung pada ayat tersebut anjuran untuk berbelaskasih dan memaafkan, mengganti qishash dengan diyat, dan lebih bagus lagi memaafkan tanpa minta diyat”.

Bahkan, Rasulullah sendiri senantiasa menyarankan para wali korban untuk memberikan maaf. Shahabat Anas bin Malik menceritakan, “Tidaklah didatangkan kepada Rasulullah satu urusan qishash pun kecuali beliau menyarankan untuk dimaafkan”. [Sahih, HR Ibnu Majah. Lihat Sahih Sunan]

Bahkan Rasulullah pernah memberikan harta yang sangat banyak kepada orang-orang Laits agar mereka mau memaafkan, dan tidak menuntut qishash.

Namun, hal ini tentu tanpa mengesampingkan hak keluarga korban. Kita tidak bisa hanya memandang orang yang hendak dieksekusi. Tentu hak korban juga harus diperhatikan, mereka orang yang telah dirugikan dalam hal ini, salah satu anggota keluarga mereka telah wafat dengan cara dibunuh, dan bukankah membunuh itu dosa yang sangat besar? (lihat Q.S. an-Nisa’:93). Bayangkan kalau itu menimpa salah satu kita -semoga tidak terjadi-. Andai mereka memaafkan, itu keutamaan yang sangat tinggi nilainya, tapi kalau mereka tetap menuntuk hak, itu hak mereka, bukan sikap yang adil kalau hak mereka dihambat.

Pihak pemerintah yang sebagai hakim, mereka adalah pengayom bagi kedua belah pihak yang bertikai, bukan sikap adil kalau mereka langsung memutuskan pancung, atau memutuskan maaf. Dia harus melihat kejadian secara fakta yang nyata lalu menghukuminya tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.

Seandainya pun pihak yang akan di-qishash itu adalah keluarga hakim sendiri, ia harus tetap berbuat adil, dahulu Nabi pernah mengatakan, “Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri tentu akan aku potong tangannya.” Saat itu telah terjadi pencurian oleh salah seorang wanita bangsawan dari kabilah Bani Makhzum, ia telah diproses secara hukum dan ia mesti mendapatkan hukuman potong tangan. Keluarga wanita tersebut merasa keberatan. Bagaimana mungkin seorang wanita dari keluarga bangsawan harus dipotong tangannya karena mencuri. Maka mereka meminta sahabat Usamah bin Zaid, sebagai orang yang sangat disayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memintakan maaf, dengan kata lain, mengurungkan hukum potong tangan tersebut. Beliau pun marah dan mengucapkan, “Yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah bila yang mencuri di antara mereka adalah bangsawan, mereka biarkan (kebal hukum), dan bila yang mencuri orang lemah mereka tegakkan hukum padanya” lalu mengucapkan ucapan tersebut di atas. Wanita itu pun akhirnya mengambil pelajaran dari pemotongan tangan tersebut dan semakin memperbaiki ketaatannya. [Sahih HR an Nasai. Lihat Sahih Sunan Nasa’i]

Dalam kasus Ruyati, memang benar apa yang dikatakan duta besar RI bahwa Raja pun tidak bisa campurtangan bila hukum telah diputuskan dan keluarga korban tetap tidak mau memaafkan. (http://fokus.vivanews.com/news/read/228792-raja-saudi-tidak-bisa-ikut-campur)

Namun apa yang bisa dilakukan Raja, Hakim, atau pihak RI, mereka hanya bisa menganjurkan keluarga korban untuk menempuh jalan damai, ishlah, saling memafkan, minimalnya berpindah kepada diyat, walaupun bernilai besar, dan lebih baik lagi gratis. Seperti yang sering dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihhi wa sallam.

Untuk diketahui pula, seandainya hakim memutuskan bahwa pembunuhan ini qotlul ‘amd (pembunuhan sengaja, pembunuhan dengan alat yang mematikan). Bisa jadi si pembunuh sebenarnya tidak berniat membunuh, ia hanya ingin melukai, tapi ternyata justru kematian yang terjadi. Dalam kondisi seperti ini, hakim tetap menghukumi secara fakta lapangan. Adapun ucapan si pembunuh bahwa ia tidak bermaksud membunuh, hakim tidak tahu sejauh mana kejujurannya, maka kata-kata tersebut tidak merubah hukum. Ada kemungkinan ia jujur dalam pengakuan tersebut, tapi hanya Allah yang mengetahui. Atas dasar itu, hukum hakim hanya sebatas hukum dunia, dan hakim hanya dapat menganjurkan wali korban untuk memaafkan. Jika si pembunuh telah mengaku bahwa ia tidak punya niatan untuk membunuhnya, kalau ia jujur dan tetap dilaksanakan qishash, maka wali korban yang meng-qishash dianggap telah melakukan pembunuhan terhadapnya.

Abu Hurairah pernah bercerita, telah terjadi pembunuhan terhadap seseorang di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka perkara tersebut diajukan kepada beliau. Setelah proses, Nabi menyerahkan pembunuh tersebut kepada wali korban untuk dibalas bunuh. Ternyata si pembunuh mengatakan, “Wahai Rasulullah, demi Allah, saya tidak bermaksud membunuhnya.” Rasulullah pun mengatakan kepada keluarga korban, ”Kalau dia jujur, dan kamu tetap membunuhnya maka kamu masuk neraka.” Akhirnya keluarga korban melepaskannya. [Sahih, HR Abu Dawud dan yang lain. Lihat Sahih Sunan]

Hukum qishash, dalam Islam bukan hanya sebagai hukuman, ada sisi lain yang jarang dipahami oleh banyak orang, yaitu bahwa hukum tersebut juga berfungsi sebagai kaffarah, penutup dosa. Sehingga, hukuman di akhirat bisa terbebaskan dengan di-qishash ini. Dan tentu, hukuman di dunia jauh-jauh lebih ringan ketimbang hukum di akhirat.

Ibnul Qoyyim menjelaskan, “Yang benar, pembunuhan itu terkait dengan 3 hak: hak Allah, hak yang terbunuh, dan hak keluarganya. Maka jika si pembunuh menyerahkan dirinya dengan suka rela kepada wali korban, karena menyesal dan takut kepada Allah, lalu bertaubat dengan taubat yang benar, maka hak Allah gugur dengan taubatnya. Hak keluarga gugur dengan qishash, damai, atau pemberian maaf. Tinggal hak orang yang terbunuh, maka Allah akan memberikan gantinya untuk hamba-Nya yang bertaubat tersebut dan Allah akan memperbaiki hubungan antara keduanya.”

Dengan penjelasan di atas, seandainya ibu Ruyati salah, semoga ia benar-benar taubat dengan taubatan nashuha, sehingga dosanya terampuni, dan diterima di sisi-Nya. Amin…

Untuk itu, jangan sampai kasus semacam ini memengaruhi keimanan kita terhadap Islam, banyak pihak ingin memanfaatkannya untuk menyudutkan pihak tertentu, dengan berbagai gosip yang tak bertanggung jawab. Yang cukup aneh dan lucu dalam kasus ini, demi menyudutkan orang Arab, ada yang menganggap bahwa ibu Ruyati membunuh karena membela diri dari upaya pemerkosaan majikannya. Padahal yang dibunuhnya adalah seorang nenek-nenek tua, dan pada dasarnya majikannya adalah keluaga yang baik. Sebagaimana diakui teman satu majikan Ibu Ruyati yang bernama Suwarni, hanya saja si nenek malang -semoga Allah merahmatinya dan memafkannya- suka marah-marah. Ibu Ruyati pun mengakui sebab pembunuhannya adalah rasa kesal akibat sering dimarahi oleh ibu majikan dan kecewa karena majikan tidak mau memulangkan. Ruyati juga menyatakan berniat untuk melarikan diri namun pintu rumah selalu terkunci sehingga tidak dapat keluar dari rumah majikan. Ruyati mengaku tidak pernah disiksa oleh majikannya. (http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/)

Seandainya pembunuhnya bukan ibu Ruyati, tapi orang Arab sendiri, tentu akan dihukumi dengan hukuman yang sama. Dan faktanya, sudah banyak warga Saudi Arabia yang mati dalam hukum pancung. Memang orang jahat di mana-mana ada, dan kejahatan tetap kejahatan di manapun dan oleh siapapun.

Yang paling berbahaya, ketika kasus ini dipakai untuk menyudutkan Islam. Padahal bila dilihat dengan jujur dan benar, bahwa dalam hal ini syariat Islam lah yang paling adil dan paling menjaga perasaan semua pihak, paling bijak dalam memutuskan. Kita selaku seorang muslim yang hakiki bukan muslim liberal (orang yang mengaku muslim tapi jauh dari Islam), tentu mengimani firmanNya:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. [Q.S. al-Baqoroh:179].

Imam Asy Syinqithi dalam tafsirnya menjelaskan, “Di antara pentunjuk Al-Quran yang lebih tepat dan adil adalah qishash, karena bila seseorang marah kemudian bertekad membunuh orang lain, lalu ingat bahwa bila ia membunuh ia akan dibunuh dengan sebab itu, ia akan takut dari akibat perbuatannya sehingga ia mengurungkan niatnya. Sehingga, tetap hiduplah orang yang akan ia bunuh dan dia pun tetap hidup karena tidak membunuh sehingga tidak dibunuh karena qishash. Dengan dibunuhnya seorang pembunuh, akan mengakibatkan hidupnya banyak orang yang tidak diketahui jumlahnya kecuali oleh Allah. Hal itu, sebagaimana kami sebutkan, sesuai dengan firman Allah (artinya), “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.[Q.S. Al Baqarah:179].

Tidak diragukan bahwa ini adalah jalan yang paling adil dan paling lurus. Oleh karenanya, telah disaksikan di penjuru dunia, baik dahulu maupun sekarang, sedikitnya jumlah pembunuhan pada negeri-negeri yang berhukum dengan hukum Allah. Karena, qishash adalah peringatan keras terhadap tindak pembunuhan seperti yang Allah sebutkan dalam ayat yang tersebut tadi.

Dan apa yang disebutkan oleh orang-orang anti Islam bahwa qishash tidak bijaksana karena menyebabkan berkurangnya jumlah komunitas masyarakat -yakni membunuh yang kedua setelah matinya yang pertama-, bahwa semestinya dihukum dengan dipenjara, dan bisa jadi ia beranak di balik terali besi sehingga menambah jumlah komunitas masyarakat, ini semua adalah ucapan yang tidak ada nilainya, kosong dari hikmah atau kebijaksanaan. Karena penjara tidak membuatnya jera dari pembunuhan (Apalagi jaman sekarang yang semuanya bisa ditebus dengan uang, penerj.), dan bila hukuman itu tidak membuat jera maka orang-orang rendahan itu akan banyak melakukan pembunuhan sehingga akan bertambah banyak pembunuhan dan komunitas masyarakat akan berkurang berkali lipat.” [dikutip dari Adhwa`ul Bayan, hal:427-428, karya Syaikh Amin Asy-Syinqithi].

Oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.
sumber : http://tashfiyah.net/?p=701

May 29, 2011

Habis ikut tes IQ online ^^

IQ Test
Free-IQTest.net - IQ Test

Apr 17, 2011

Oleh-oleh dari petualangan kemarin (bagian 2)

Perjalanan ke Bekasi hari ahad yang lalu memberikan banyak pelajaran berharga, berikut rangkumannya :

1. Ngobrol dengan ayah dari murid les privat sebelum mulai mengajar, beliau bercerita bahwa pada masanya dulu, perjuangan beliau saat sekolah dan kuliah begitu berat, hampir bisa dibilnag tanpa fasilitas, bahkan biaya kuliah beliau dapat dari jerih payahnya sendiri. dengan semua aktivitas tersebut dan tanpa didukung berbagai fasilitas, beliau dapat menyelesaikan study dengan hasil yang sangat baik, hingga akhirnya sukses (rumahnya bagus, sudah S3, kerjaan sangat mapan). tapi beliau sangat menyayangkan, anak-anaknya yang mendapat fasilitas lengkap malah tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan. beliau menyesal memang karena kurang begitu bisa mengawasi anak-anaknya.
Perlajaran di sini adalah, tekadang, fasilitas yang lengkap tidak selalu menjadi faktor dari keberhasilan, penentu keberhasilan sesungguhnya adalah pribadinya sendiri. maka, bagi yang merasa tidak dianugrahi rejeki yang melimpah, tidak dilahirkan dari keluarga yang kaya raya, jangan kecewa. ada banyak kisah orang-orang sukses yang berjuang dari nol, dan yakinlah, bahwa kita akan memperpanjang daftar kisah orang-orang sukses tersebut dengan nama anda.
sedangkan bagi yang merasa dianugrahi fasilitas yang memadai, jangan menjadi manja, jangan menjadi sombong, karena jika kita manja dan sombong, kita telah keluar dari jalan lurus menuju kesuksesan.

2. Waktu masuk shalat ashar, sang ayah ke masjid dengan pakaian yang lengkap, sarung dan baju koko plus peci. sedangkan sang anak hanya menggunakan kaos dan sarung. yang saya sayangkan adalah, sang ayah tidak menasehati anaknya untuk menggunakan pakaian terbaiknya ketika melaksanakan ibadah shalat ke masjid.
Pelajaran di sini adalah, ternyata contoh yang baik saja masih belum cukup untuk mengajari anak-anak kita. harus ada perintah atau nasehat langsung, dan alangkah baiknya ketika nasehat itu ditanamkan kepada anak kita sejak kecil, sehingga ketika sudah remaja atau dewasa, tanpa perlu menasehatinya lagi, sang anak sudah bisa menjalankannya.

3. Di tempat les murid saya yang lain, di rumahnya terdapat ruangan yang dipergunakan sebagai mushola, tempat shalat. ukurannya cukup luas, bsa menampung belasan jamaah. letaknya di dalam rumah, ada fasilitas tempat wudhu, sajadah, mukena, Al Qur'an, buku-buku islam, dll. ketika masuk waktu shalat, beberapa penghuni rumah memang tepat waktu atau menjalankan ibadah shalat di awal waktu, tapi yang sangat disayangkan, anggota keluarga yang laki-laki pun melaksanakan shalat di mushola ini. padahal letak masjid terdekat hanya sekitar 15 menit berjalan kaki (saya sudah mengukurnya). apakah mereka tidak paham bahwa bagi laki-laki, shalat berjamaah di masjid itu lebih utama?
pelajaran di sini adalah, meskipun kita bisa membangun mushola sendiri di rumah, shalat di awal waktu, tetapi bagi kaum laki-laki, melaksanakan ibadah shalat di masjid itu lebih utama, bahkan mayoritas ulama (atau bahkan semua ulama? cmiiw) menghukuminya wajib. Mari kita makmurkan masjid. karena salah satu golongan manusia yang akan mendapat pertolongan Alloh di akherat kelak adalah orang yang hatinya terikat kepada masjid.

4. Dari keseluruhan pengalaman mengajar privat, baik di jogja maupun di bekasi ini, hanya sedikit orang tua yang terlihat akrab dan dekat dengan anak-anaknya. kebanyakan terlihat ada jarak, orang tua menempatkan diri sebagai orang tua, sering mereka menceritakan kejelekan-kejelekan anaknya kepada guru lesnya (yang malas belajar lah, yang hobinya maen lah, yang suka membangkang lah, dls). menurut saya ini sikap yang tidak bijak. anak akan semakin manjauh dari orang tua.
pelajaran di sini adalah, ketika kita nanti menjadi orang tua, jangan pernah menceritakan keburukan anak kita kepada "orang luar", jika mengundang guru les, cukuplah memberitahukan prestasi anak kita, kesulitan belajarnya di mana, dan meminta guru les membimbing dan mengajari ini itu, tanpa perlu menyebut sifat atau sikap yang buruk dari anak kita. saya sebagai seorang anak pun tidak akan suka jika orang tua saya menceritakan hal-hal buruk tentang diri saya. dengan demikian, kedekatan antara orang tua dan anak akan tetap terjaga, sehingga jika ada masalah atau apapun, si anak tidak akan sungkan dan ragu untuk menceritakannya kepada orang tua (karena yakin, orang tuanya tidak akan memberitahukanya kepada "orang luar")

5. kedua murid saya ini sekolah di sekolah swasta islam. tetapi sikap dan perilakunya belum menunjukkan bahwa mereka adalah seorang remaja muslim yang bener-bener sholeh. (meskipun saya sendiri juga merasa belum benar-benar sholeh)
pelajaran di sini adalah, pendidikan yang paling utama itu adalah pendidikan di rumah. mau disekolahkan di sekolah sebagus apapun, seislami apapun, jika di rumah tidak dididik dengan benar, hasilnya pun tidak akan sebaik yang kita inginkan.

Semoga catatn kecil ini bisa menjadi pelajaran untuk kita bersama

Oleh-oleh dari petualangan kemarin

tulisan ini akan saya buat menjadi 2 bagian, bagian ini akan menceritakan alasan saya berpetualang, dan bagian berikutnya akan mengkisahkan tentang hal-hal menarik yang saya temui saat berpetualang kemaren.

Cobalah keluar dari zona nyaman
Ketika berada di Jogja, saya merasakan kehidupan saya sangat nyaman. lingkungan yang sangat mendukung, baik untuk beribadah maupun untuk belajar. orang-orang yang ramah, suka menolong, teman-teman yang sangat enak diajak diskusi. pokoke nyaman abis. tapi aku sadar, kehidupan di luar sana tidak lah senyaman ini. membaca berita atau cerita orang-orang, tentang "kejamnya" dunia ini membuatku berkeinginan untuk menaklukkan dunia yang sesungguhnya, bukan dunia Jogja tentunya. maka dari itu, setelah lulus kuliah saya membulatkan tekad untuk menjajal hidup di ibukota Jakarta. keputusan yang berat memang, jauh dari rumah, jauh dari keluarga, serta bayangan-bayangan negatif akan kekejaman kota Jakarta sempat menghantui, tetapi keinginan untuk menempa diri lebih kuat, akhirnya dimulailah fase kehidupanku yang baru.

Delapan bulan berada di Jakarta, saya belum benar-benar merasakan "kejamnya" Jakarta. semuanya masih terasa biasa saja. jarak kantor dan kos-kosan yang terbilang dekat membuat saya tidak pernah merasakan kemacetan. lingkungan kos-kosan yang banyak berisi orang jawa (tengah maupun timur) membuat suasana tidak jauh berbeda dengan di rumah, hanya sedikit cuek saja orang-orangnya. tapi banyak juga yang baik hati, ngasih makanan, ngangkatin jemuran ketika hujan, nraktir es doger, dll :)

Maka, ketika ada tawaran untuk mengajar privat di Bekasi, saya langsung mengiyakan. Dari pengalaman saya ketika keluar kawasan kos-kosan dan kantor, misal saat maen ke rumah atau kos teman, banyak hal menarik yang bisa saya saksikan. banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. tetapi ongkos yang besar membuat saya berpikir ulang jika ingin keliling Jakarta. dengan mengajar privat ke tempat yang jauh, saya bisa merasakan suasana asli Jakarta, tanpa biaya. bahkan malah mendapat tambahan uang saku :) dan perkiraan saya tepat. di minggu ke dua saya mengajar privat di Bekasi, banyak hal menarik yang bisa saya buat menjadi catatan kecil di sini. akhirnya saya bisa menarik kesimpulan, ketika kita mencoba keluar dari zona nyaman dengan bekal yang cukup, maka yang kita dapat adalah pelajaran berharga, pengalaman yang luar biasa, untuk itu, jangan takut untuk keluar dari zona nyaman, tentu dengan membawa bekal yang cukup. karena jika kita terus-terusan bertahan di zona nyaman, pribahasa "bagai katak dalam tempurung"pun pantas disematkan.
Perjalanan
agar teman-teman dapat membayangkan seberapa jauh perjalanan saya, saya seratakan pula rute perjalanan saya ketika mengajar privat ke Bekasi.
Berangkat dari perkampungan nelayan muara angke, pluit, Jakarta utara dengan menaiki angkot B01 menuju Superindo di muara karang. turun di superindo, lanjut perjalanan dengan metromini 02 menuju stasiun kota Jakarta. perjalanan ke Bekasi saya lanjutkan dengan KRL Ekonomi AC. turun di stasiun kranji, langsung disambung dengan angkot k25. sampai di perempatan rawa panjang, pindah ke angkot k11A. turun di jembatan 9 rawa lumbu, jalan kaki sekitar 250 m, sampai di rumah murid pertama, anak SMA Al Azhar.
dari rawa lumbu, perjalanan ke rumah murid ke dua dimulai dengan berjalan kaki sekitar 400 m untuk menjemput angkot k 11 (bukan k11A). turun kembali di rawa panjang dan pindah ke angkot k25. kali ini turun di BCP (Bekasi Cyber Park). jalan kaki sebentar ke belakang BCP untuk mendapatkan mikrolet M26. naik M26 samapi di superindo jaka permai, kemudian naik ojek masuk ke perumahan jaka permai, sampailah di rumah muridku yang ke dua.
keluar dari perumahan dengan diantar muridku sampai superindo, perjalanan pulang dimulai dengan menaiki angkot 58 jurusan cililitan. tetapi tidak perlu sampai di ciliitan, saya turun di dekat perempatan UKI/Cawang. kemudian menyebrang jalan dan naik bus jurusan Grogol. turun di Grogol, dan petualangan hari itu ditutup dengan naik angkot B01 sampai kembali ke muara angke.


silahkan liat di peta (klik peta untuk memperbesar) untuk tempat-tempat yang saya sebutkan. pluit ada di ujung atas peta (tulisannya kepotong), rawalumbu tidak terlihat di peta, tetapi ada kata Bojong (di bawah kanan), nah, rawa lumbu di situ (nama lengkapnya Bojong rawa lumbu), jaka permai di dekat jaka setia atau jaka sampurna. rawa panjang di tulisan pekayon jaya. UKI/Cawang tidak tertulis, letaknya perempatan besar deket pancoran.

Apr 6, 2011

Biaya Hidup di Jakarta

mungkin sudah ada sangat banyak blog/forum yang membahas tentang estimasi biaya hidup di Jakarta. tapi di sini, saya akan kembali membahas dengan sudut panang saya pribadi, yang telah merassakan "nikmatnya" tinggal di Jakarta selama (hingga bulan ini) tujuh bulan.

Estimasi biaya hidup per bulan di Jakarta untuk kelas ekonomi menengah (masih single)

1. Biaya kos = Rp. 400.000
kos-kosan di Jakarta sangat bervariasi. untuk harga Rp. 400.000 yang saya tahu, fasilitasnya hanya kamar berukuran 3 x 2,5, lantai keramik, tembok bata, kamar mandi luar, tanpa isi (kosongan), tapi itu sudah termasuk listrik dan air (bebas mau bawa apa aja). kalau mau yang lebih murah, kos-kosan seharga Rp. 300.000/bulan pun ada. kamar ukuran sekitar 3 x 2,5 juga. kosongan dan sekat antar kamar terbuat dari papan/triplek, kamar mandi luar dan antri :D. kalau mau yang lebih bagus, ada yang Rp. 500.000/bulan. Keramik dan tembok, 3 x 3, ada ranjangnya dan loundry gratis. kamar mandi masih luar kayaknya. kalo yang Rp. 800.000/bulan full AC, kulkas, kamar mandi dalam, loundry dll :D. tapi karena perhitungan ini untuk golongan menengah, kita ambil aja yang Rp. 400.000.

2. Biaya makan = Rp. 600.000
dengan perhitungan sekali makan sekitar Rp. 6.000 (nasi+sayur+telur) sampai Rp. 8.000 (nasi+sayur+ayam). dengan perhitungan satu hari makan 3 kali dan satu bulan ada 30 hari maka diambil pembulatannya yakni Rp. 600.000
kalau mau lebih irit, ada nasi+sayur+tahu/tempe seharga Rp. 5.000. atau beli magic com untuk masak nasi, jadi tinggal beli lauk dan sayurnya saja. atau yang lebih ekstrem cukup makan 2 kali sehari, sarapnnya cukup dua potong roti tawar (Rp. 7.500 dapat 10 potong)

3. Biaya transport = Rp. 100.000
cari kos yang dekatlah dengan tempat kerja, yang bisa dicapai dengan berjalan kaki, kalau terpaksanya gak ada, cari yang dilewati angkot/metro mini dan sekali nyampe. dengan demikian, biaya transportasi bisa sangat ditekan. dengan naik angkot/metromini sekali jalan Rp. 2.000. maka berangkat-pulang kerja menghabiskan Rp. 4.000. dalam 1 bulan ada 25 hari jam kerja berarti sebulan menghabiskan Rp. 100.000
informasi tambahan jika mau melakukan perhitungan ulang. angkot (baik kwk/warna merah maupun mikrolet/warna biru muda) ongkos aslinya Rp. 4.000 dari ujung ke ujung (misal jurusan grogol-muara angke, dari grogol ke muara angke bayar Rp. 4.000, tapi klo kita naik dari jembatan tiga atau dari manapun yang bukan dari ujung, Rp. 2.000 mau kok).
metromini (bus kecil) dan bus cina jauh-deket Rp. 2.000. bus way Rp. 3.500. ojek dan bajai antara Rp. 5.000-Rp. 20.000 tergantung jauh deketnya (saya sarankan jangan naik ojek atau bajai jika belum berpengalaman menawar, pengalaman saya dari grogol ke pluit tukang ojekya minta Rp. 20.000, padahal naik kwk B01 cuma Rp. 2.000)
untuk yang berencana membawa sepeda motor, saya kurang bisa mengestimasi. tapi silahkan dihitung sendiri, yang jelas harga premium saat tulisan ini dibuat masih Rp. 4.500/liter.

4. Biaya keperluan sehari-hari = Rp. 150.000
meliputi sabun mandi, sabun cuci, sampo, odol, air galon, minyak wangi/deodoran, kopi, susu, gula, teh, obat nyamuk, dll. biaya ini memang sangat variatif, dan sangat subjektif. saya sarankan untuk membeli teko listrik agar tiap pagi bisa menikmati segelas kopi, teh manis atau susu. perlu diketahui, segelas teh manis atau kopi di sini dihargai Rp. 2.000. padahal harga sachetnya ada yang cuma Rp. 500. kalau ingin menghemat lagi, mandilah sekali sehari (saat mau berangkat kerja), gak ganti baju sebelum kotor dan bau (biar jarang make sabun cuci), dan bawa botol air mineral kosong ketika berangkat kerja, kemudian pulang dengan kondisi botol tersebut terisi penuh :)

5. Biaya pulsa = Rp. 50.000
gunakan pulsa seperlunya. gunakan SIM card yang terkenal murah. jika ingin ngobrol dengan seseorang, minta dia yang menelepon. dijamin pulsa Rp. 50.000 cukup untuk sebulan.

6. Biaya hiburan = Rp. 150.000
hiburan di sini bisa berarti jalan-jalan, ke mall, ke monas, ragunan atau TMII, ke kebun raya bogor juga bisa (naik kereta KRL ekonomi cuma Rp. 3000 nyampe bogor). klo mau yang sedikit mahal ya ke ancol atau dufan. hiburan juga bisa berarti makan makanan yang enak-enak, coba-coba fast food atau restoran, sekali sebulan lah. bisa juga ditabung untuk beli gadget baru. pokoknya selalu anggarkan untuk hiburan, terkadang, kita perlu memanjakan diri untuk menghargai kerja keras kita. yang jelas, jangan dipakai buat hura-hura atau melakukan hal yang melanggar norma agama.

7. zakat dan atau sedekah = Rp. 50.000
meski belum tentu masuk nisab untuk harta yang dizakati, saya sarankan untuk tetap mengambil jatah 2,5% dari pendapatan kita untuk disedekahkan. dengan asumsi pendapatan Rp 2 juta, maka jatah untuk sedekahnya Rp. 50.000. bagi yang percaya bahwa sedekah itu akan membuat menjadi lebih kaya (kaya di akherat), maka ambillah sebagain jatah untuk hiburan menjadi untuk sedekah.

Dengan demikian, total pengeluaran per bulan untuk satu orang (single) untuk hidup layak (menurut saya sudah sangat layak malah) di Jakarta adalah : Rp. 1.500.000.

bagaimana? cukup murah bukan? jadi, dengan perhitungan ini, jika teman-teman mendapat tawaran kerja di jakarta dengan gaji kurang dari Rp 2 juta. jangan mau. itu artinya teman-teman hanya dapat menabung dan menyisihkan untuk keluarga ataupun untuk sedekah sangat sedikit.
mintalah gaji di atas Rp. 2 juta. teman-teman bisa menyampaikan argumen dengan perhitungan saya di atas.

tetapi jika teman-teman yakin dapat lebih berhemat, ya terserah, jika memang merasa gaji kurang dari Rp. 2 juta itu cukup, silahkan ambil keputusan dengan penuh keyakinan. semoga tulisan saya ini dapat membantu teman-teman yang masih ragu untuk merantau ke ibu kota, karena simpang siurnya berita tentang kehidupan di Jakarta.

NB: perhitungan ini bisa berbeda untuk tempat yang berbeda. saya berlokasi di Jakarta utara, dekat dengan kawasan elite (PIK, green bay, pluit) tetapi lebih dekat dengan pemukiman warga kelas menengah ke bawah (perkampungan nelayan, muara angke). untuk yang berdomisili di kawasan elit (bener-bener elit, gak ada perkampungan warga kelas menengah ke bawahnya), maka estimasi biaya hidup ini perlu direvisi. katakan saja untuk biaya kos menjadi Rp. 800.000. sekali makan Rp. 10.000. biaya keperluan sehari-hari menjadi dua kali lipatnya, silahkan dijumlahkan sendiri hasilnya. ^_^

Apr 3, 2011

Ngambil dari Buku Diarynya Dewi (episode 03)

Tak terasa, sudah 3 tahun aku menjalani pendidikan di bangku kuliah ini. Semester ini, aku sudah harus mulai mencicil mengerjakan skripsi. Benar-benar tidak menyangka bahwa aku akhrinya bisa kuliah, bahkan sudah hampir lulus begini.

Masih teringat jelas dalam benakku, tiga tahun yang lalu, ketika membaca pengumuman SNMPTN, aku dinyatakan diterima di pilihan pertama, Teknik Fisika UGM. Hari yang membahagiakan, sekaligus menyedihkan. Karena pada hari itu juga, setelah membaca persyaratan registrasi berikiut komponen biaya yang harus dibayar, orang tuaku menyerah. Mereka tidak memiliki uang ataupun barang yang biasa dijual, yang cukup untuk membayarnya. Bahkan kedua orang tuaku sempat menangis di depanku, meminta maaf karena tidak bisa mendukung cita-citaku untuk kuliah. Aku sedih sekali waktu itu, bukan karena aku gagal kuliah, tetapi karena aku membuat kedua orang tuaku menangis.

Mimpi kuliah di UGM saat itu juga aku hapuskan, kemudian aku mencari informasi kursus-kursus D1 yang bisa menambah keahlianku. Tetapi, guru di SMAku sangat menyayangkan keputusan keluargaku untuk tidak registrasi ke UGM. Kemudian beliau menghubungi salah satu alumni yang juga masih kuliah di jurusan yang sama dengan pilihanku. Alumni tersebut menginformasikan kalau ada banyak beasiswa yang disediakan di UGM, dan dia berjanji untuk membantuku mengajukan beasiswa agar dapat kuliah di UGM tanpa biaya. Sempat beradu argumen dengan kedua orang tuaku, bahwa mendapat beasiswa yang full itu sulit. Belum juga memikirkan biaya hidup dan tempat tinggal, karena tidak mungkin Jogja-Klaten aku laju. Tetapi, aku bersikeras, aku akan datang dulu ke UGM, berusaha memperoleh beasiswa seperti yang dijanjikan kakak alumni itu. Jika aku tidak berusaha dulu, bagaimana mungkin ada jalan? Akhirnya orang tuaku menyerah. Mengijinkanku berangkat ke Jogja pada hari terakhir registrasi, hanya membawa dokumen-dokumen yang menjadi syarat registrasi, termasuk surat pendukung untuk memperoleh beasiswa -seperti yang diminta kakak alumni SMAku- beserta uang Rp. 500.000.

Sesampainya di Jogja, kakak alumni SMAku mengantarkanku ke stand advokasi BEM Fakultas Teknik Aku mendapat informasi detail mengenai keringanan biaya di UGM. Untuk sumbangan SPMA, bisa diusahakan gratis oleh para pengurus di BEM, tetapi untuk biaya SPP dan BOP, aku baru bisa mengusahakan beasiswa di semester dua. Dengan bekal uang yang aku bawa, tentu tidak cukup utuk membayar SPP dan BOP di semester satu. Para pengurus BEM bingung juga bagaimana lagi untuk membantuku. Aku kembali terpuruk, sepertinya memang sulit bagi anak miskin sepertiku untuk kuliah di UGM. Tiba-tiba salah seorang dari pengurus BEM yang ada di stand ini berdiri, yang kemudian aku ketahui namanya kak Faisal, dia menyuruhku menunggu, dan dia pergi.

Beberapa saat kemudian dia datang lagi, kemudian menyuruhku mengikutinya. Aku berjalan di belakangnya, menuju ke gedung Jurusan Teknik Fisika. Di dalam gedung yang akan menjadi tempatku menuntut ilmu kuliah ini, aku sempatkan untuk melihat-lihat, sampai kak Faisal menyuruhku masuk ke ruangan Ketua Jurusan. Aku masuk, dan dia pun juga menemaniku masuk. Sebelum masuk ke ruangan Ketua Jurusan ini, awalnya aku membayangkan sosok dosen yang sudah tua, rambut botak dan beruban, serta berkacamata. Tetapi bayanganku langsung sirna setelah pintu terbuka. Sosok yang duduk di belakang meja itu seorang yang menurutku masih sangat muda. Mungkin usianya baru sekitar 30an tahun. Rambut hitam dan bergelombang, wajah bersih tanpa keriput, dan tanpa kacamata. Setelan kemeja lengan pendeknya membuat tampilan beliau jauh dari kesan kaku, beliau terlihat sangat santai.
Beliau mempersilahkan aku duduk di kursi di depannya, sedangkan kak Faisal duduk di sofa di belakangku. Kemudain beliau mulai memperkenalkan diri, namanya Pak Hafidz. Ternyata jabatan beliau bukan ketua jurusan, melainkan hanya Penanggung jawab bidang kemahasiswaan dan alumni, menggantikan tugas ketua jurusan untuk sementara yang sedang bertugas keluar kota. Kemudian secara singkat beliau juga menjelaskan tentang percakapannya dengan kak Faisal sebelum ini. Aku hanya diam saja mendengar penjelasan beliau, sampai kemudian beliau bertanya-tanya tentang diriku, tentang keluargaku dan banyak hal lagi. Meski sebenarnya aku diwawancarai namun waktu itu aku tidak merasakannya, yang ku rasakan hanya sekedar ngobrol biasa. Akhirnya beliau mengatakan -yang sempat membuatku shock saat itu- bahwa yayasan beliau akan membiayai kuliah saya sampai saya lulus. Full. Saya benar-benar kaget sekaligus bahagia, kemudian beliau memintaku untuk segera melakukan registrasi, beliau membuat surat yang menyatakan bahwa biaya kuliah saya ditanggung oleh yayasan beliau, sehingga saya bisa melakukan registrasi tanpa harus membayar terlebih dahulu. Saya berkali-kali mengucapkan terimakasih, dan beliau berkali-kali pula mengucapkan, sudah, sudah, nanti setelah selesai registrasi, tolong balik ke sini.

Setelah selesai melakukan registrasi, ternyata sudah masuk waktu ashar. Ku sempatkan shalat ashar di mushola Teknik, dari suara takbirnya, ku kenali bahwa imam shalat itu Pak Hafidz, meski baru pertama kali bertemu, tapi logat dan nada suaranya yang khas membuatku yakin bahwa itu beliau. Selesai shalat ashar, aku kembali ke ruangan Ketua Jurusan. Ternyata kami malah bertemu ketika baru sampai di KPTU. Aku kembali ditanyai tentang rencana ku ngekos, tentang biaya hidup dan sebagainya. Dengan jujur, aku menjawab bahwa aku belum punya rencana apa-apa. Survei kos-kosan pun belum. Mendengar jawabanku itu, Pak Hafidz tersenyum dan memintaku untuk menemui istrinya di rumah. Beliau memberikan alamat rumahnya dan keterangan, bus mana yang harus aku tumpangi. Tidak terlalu sulit ternyata, aku sudah sampai di rumah Pak Hafidz. Di sebuah kompleks perumahan sederhana, rumah beliau terbilang kecil. Berpagar besi tanpa ukiran, berdinding putih, halaman depannya yang sempit dihiasi dengan bunga-bunga dalam pot-pot.

Ku pencet bell, terdengar suara salam dari dalam rumah. Cukup lama aku menunggu, sampai pintu depan terbuka, kemudian muncul seorang ibu-ibu muda, menggendong anak yang masih balita dan sepertinya beliau sedang hamil. Beliau menyambutku ramah, membukakan pintu gerbang, dan mempersilahkanku masuk. Kami pun mengobrol di halamannya.................................

Obrolan kami memang hanya berlangsung singkat, waktu juga sudah terlalu sore. Menjelang maghrib aku pulang. Di dalam bus menuju Klaten aku tak habis pikir. Bener-bener sebuah anugrah luar biasa yang Alloh turunkan untukku. Istri Pak Hafidz, yakni Bu Rahma, menawarkan kos-kosannya, atau lebih tepatnya asrama yang ia kelola. Aku diperkenankan menempatinya secara gratis. Asrama itu memang diperuntukkan bagi para mahasiswa yang kesulitan keuangan. Sebagai konsekuansinya, penghuni asrama harus mematuhi peraturan. Bagiku, seluruh peraturan yang tadi Bu Rahma jelaskan tidak ada yang memberatkan. Jadi, aku merasa benar-benar mendapatkan semuanya dengan cuma-cuma.

Sampai di rumah, orang tuaku tidak percaya dengan semua ceritaku. Mereka tidak percaya ada orang seperti pak Hafidz dan Bu Rahma. Tapi mereka tidak bisa membantah lagi ketika aku tunjukkan kartu mahasiswa sementara hasil registrasi. Akupun menjelaskan syarat-syarat yang harus aku penuhi untuk mempertahankan beasiswa ini. Termasuk menjaga nilai tetap baik, mematuhi berbagai aturan asrama, mengikuti kegiatan-kegiatan asrama, dan organisasi kampus. Mengetahui syarat yang seabrek itu, orang tuaku hanya geleng-geleng kepala. Tapi mereka berdua mendukungku dengan sepenuh hati. Hari itu benar-benar momen yang paling membahagiakan dalam hidupku. Malam itu, wejangan dari kedua orang tuaku terus mengalir. Menasehatiku untuk sungguh-sungguh kuliah. Gak macem-macem. Mengingat kuliahku dibiayai pihak lain.

Quote from film Queen Bee

banyak orang bilang, kalau kita anak muda dari generasi yang apatis.

mereka salah, kita dari generasi yang apatis, dan manja

kita cuma bisa ngeluh, diem, dan berharap akan datangnya orang untuk ngebantu kita

tapi pada akhirnya, semua anak manja harus menjadi mandiri untuk kepentingan hidupnya.

dan kepentingan pribadi anak manja ini, pasti akan berhubungan dengan kepentingan orang banyak

contoh gampangnya deh, bagi kita penting banget kan untuk gak bau badan,

dan percuma kalo kita doang yang wangi, dan orang lain enggak. mending wangi semua kan?

dan gue yakin? masalah kita, bukan masalah wangi, atau enggak?

jadi, mau berapa lama lagi kita kayak gini?

mau berapa lama lagi kita cuma bisa ngomel di blog, karna guru gak becus ngajar.

mau berapa lama lagi kita cuma bisa marah-marah di status facebook karna Indonesia payah.

atau maki-maki mau pindah jadi warga negara lain karna Indonesia gak sesuai dengan negara idaman lo.

coba kita bayangin, kita hidup di tahun 1945, apa kalian yakin? Indonesia bisa merdeka?

padahal waktu itu, fasilitas mereka sangat minim kalo kita bandingin sama Indonesia sekarang.

tapi mereka bisa terhubung jadi satu. karna kepentingan merdeka tiap-tiap orang, menjadi kepentingan bersama.

energi yang sama bisa kita genggam detik ini, kalo kita peduli dengan kepentingan yang lebih besar.

karna kita sekarang mempunyai fasilitas yang jauh lebih maju.

jadi bagi saya, ini saatnya Indonesia didukung oleh anak-anak muda terbaik, yang mau mementingkan bangsanya.


Apr 2, 2011

Dilema para Tenaga Pendidik



Menjadi pendidik di negeri ini emang penuh dengan dilema. pertentangan antara idealitas da realitas. film "Alangkah lucunya negeri ini" yang baru saja aku tonton merepresentasikan hal itu. film terbitan tahun 2010 itu menceritakan (meski bukan cerita utamanya) tentang lulusan S1 jurusan pendidikan (FKIP) yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena untuk menjadi guru di sekolah negeri (PNS), dia harus membayar sejumlah uang.

Di kehidupan nyata, ternyata tidak jauh berbeda dengan penggambaran di film. Meski dengan inti permasalahan yang berbeda. Sudah ada tiga guru yang membagi pengalamannya kepadaku ketika mengajar di sekolah negeri. Para guru yang berusaha mempertahankan idealismenya, bersikap jujur, harus dibenturkan dengan kebijakan sekolah/yayasan yang menaungi sekolah. oleh pihak sekolah, guru dilibatkan dalam tindakan kecurangan untuk membuat seluruh siswa di sekolah tersebut lulus 100% ketika UAN. guru yang tidak mau terlibat terancam kehilangan pekerjaannya.

Begitu pula guru yang berusaha mengajarkan sikap disiplin kepada murid. memberikan hukuman yang dirasa perlu ketika murid melakukan kesalahan atau tindakan yang tidak pantas. tetapi sang guru malah dilaporkan dengan dalih tindak kekerasan kepada murid. melanggar HAM dan UU perlindungan anak. guru menjadi serba salah. tidak lagi dihormati di sekolah.

ada pula dalam menghadapai orang tua yang egois. tidak mau tau apa dan bagaimana prosesnya. mereka mengingnkan anak-anak yang diajar oleh sang guru mendapat nilai sempurna. ketika nilai sang anak jeblok, guru lah yang disalahkan dimaki-maki, dibilang tidak becus mengajar. padahal, jikalau orang tua melihat bagaimana proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas, sang anak lebih suka mainan HP atau BBMan (blackbarry messager), ketika disuruh mencatat apa yang guru jelaskan di papan, sang murid mengambil HP Blackbarry nya dan kemudian memfoto papan tulis, dalam kasus seperti ini, apakah pantas sang guru disalahkan ketika sang murid gagal dalam ujiannya?

yah.....menjadi guru memang penuh dengan dilema. belum bicara mengenai gaji atau honor para tenaga pendidik. masih banyak guru yang terpaksa nyambi kerja lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. padahal guru lah yang berjasa membuat para generasi penerus bangsa ini bisa membaca, menulis dan mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahui.

maka, tak sedikit kemudian guru yang menanggalkan idealismenya. mengajar hanya sekedar memenuhi kewajiban. mengajar hanya sekedar untuk mendapat gaji dan memenuhi kebutuhan hidupnya. maka guru-guru yang seperti ini tidak begitu mempedulikan perkembangan tiap anak didiknya. tidak peduli apakah metode pengajarannya tepat. tidak ada upaya pengembanagn diri dan penyesuaian materi dengan kemajuan teknologi.

akupun teringat kejadian beberapa tahun lalu, seorang kepala sekolah yang baik, yang mengelola sekolahnya dengan penuh keejujuran dan tanggung jawab, dipensiundinikan oleh pejabat yang berwenang karena tidak mau menyumbang dana untuk kampanye partainya. sebagai penggantinya, guru yang jelas-jelas aku ketahui track recordnya diangkat sebagai kepala sekolah menggatikan kepala sekolah sebelumnya. tentu beliau bukan guru teladan, karena untuk mendapat jabatan itu ia perlu menyumbang sekian juta untuk dana kampanye partai penguasa di daerah itu. dan sebagai upaya untuk balik modal, seperti yang bisa kita tebak, ia membuka kesempatan bagi calon murid yahttp://www.blogger.com/img/blank.gifng sebenarnya tidak memenuhi syarat masuk ke sekolah tersebut, untuk bisa menduduki kursi di sekolah yang ia pimpin, "hanya" dengan membayar sekitar 2 juta.

miris memang, tetapi inilah wajah dunia pendidikan kita. jika anda seoarang tenaga pendidik, entah guru sekolah negeri, swasta, guru bimbingan belajar ataupun dosen sekalipun, aku mengharapkan, agar anda sekalian tidak menyerah, jangan lepaskan idealisme anda. apapun risikonya. karena hanya kita, para guru yang berani mendobrak sistem ini lah yang bisa menyelamatkan pendidikan di negeri ini, agar tidak semakin terjun ke jurang yang semakin dalam.

mengajarlah dengan hati, dengan kejujuran, dengan perasaan dan dengan cinta

link terkait sebagai referensi:
Jangan takut menjadi tenaga pendidik

Mar 21, 2011

Tulisan Temen : Tentang Radiasi Nuklir

Bicara tentang radiasi, sejatinya radiasi itu ada banyak macemnya, tapi disini kita hanya akan membahas radiasi yang berhubungan dengan dunia nuklir. Radiasi pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Untuk radiasi nuklir disini, maka yang aka kita bahas adalah radiasi yang berasal dari proses fisika yang terjadi di dalam inti atom

Radiasi sendiri berasal dari proses peluruhan, yaitu proses perubahan inti atom yang tidak stabil menjadi inti yang lebih stabil. Peluruhan ini memancarkan radiasi. Ada 3 jenis radiasi disini, yaitu:

  1. Radiasi Alfa. Daya ionisasi paling besar, jarak jangkauan paling pendek. Hanya beberapa mm di udara, tergantung besar energinya.
  2. Radiasi Beta.
  3. Radiasi Gamma. Daya ionisasi paling lemah, jarak jangkauan paling jauh.

Setiap radiasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ketika bicara tentang bahaya radiasi, harap di definisikan dulu radiasinya merupakan radiasi apa: alfa, beta atau gamma. Karena setiap jenis radiasi memiliki cara penanganannya sendiri.

Selain dari jenis radiasi, yang juga perlu diperhatikan adalah aktivitasnya. Aktivitas radiasi didefinisikan sebagai jumlah peluruhan yang terjadi dalam satu detik. Makin besar aktivitasnya, radiasi yang dipancarkan juga semakin banyak.

Efek dari radiasi kalau mengenai tubuh manusia, bergantung dari jenis radiasi dan aktivitasnya. Secara umum efeknya bersifat tidak langsung. Maksudnya: ketika terpapar radiasi, tubuh kita tidak akan merasakan apa-apa, sama seperti biasa. Abnormality akibat terpapar radiasi baru akan terasa beberapa waktu kemudian, itupun dengan syarat kalau tubuh kita terpapar radiasi dalam jumlah besar dan secara terus-menerus.

Abnormality yang mungkin terjadi umumnya adalah kelainan pada sel, mutasi gen atau kanker. Sekali lagi, hal itu mungkin terjadi dengan syarat: kita terpapar radiasi dalam jumlah besar dan secara terus-menerus. Jika aktivitasnya adalah kecil, terpaparnya jarang-jarang (tidak terus-menerus), dan masih dibawah batas dosis yang ditentukan, maka kecil kemungkinan abnormality tersebut akan terjadi.

Ya, radiasi di bidang nuklir memang memiliki potensi bahaya. Tapi dengan mengetahui ilmunya, kita bisa mencegah hal itu terjadi. 3 hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari dampak negatif radiasi adalah:

  1. Activity. Hindari bersentuhan langsung dengan sumber radiasi yang aktivitasnya tinggi.
  2. Time. Jangan berlama-lama bersentuhan dengan radiasi.
  3. Shielding. Gunakan pelindung (dari bahan tertentu untuk jenis radiasi tertentu) untuk meminimalisir paparan radiasi dan mengurangi jangkauan radiasi.

Dengan mengetahui ilmunya, maka sejatinya radiasi bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan. Jadi, lupakan cerita fiksi mengenai Spiderman, Hulk ataupun Fantastic Four yang memiliki kekuatan super akibat terpapar radiasi.

Di sisi lain, radiasi sendiri lazim dipakai dalam keseharian. Pengobatan kanker bisa menggunakan radiasi, karena radiasi dapat diarahkan sehingga dapat menembak sel yang terkena kanker dengan tepat sasaran, tanpa mengenai sel lainnya yang sehat. Juga di dunia biologi, produk makanan diradiasi untuk merekayasa bakteri sehingga makanan tersebut dapat lebih tahan lama. Dan yang perlu diperhatikan adalah meskipun terkena radiasi, tubuh kita atau makanan itu tidak akan menjadi radioaktif (tidak akan teraktivasi untuk memancarkan radiasi lainnya).

Depok, 15 Maret 2011, 14:31

*Penulis juga masih belajar tentang ilmu nuklir. CMIIW: Correct Me If I Wrong.

Sumber:

- Berbagai referensi yang penulis dapat selama masa kuliah, artikel-artikel dan buku-buku seputar nuklir.

tulisan aslinya :
http://www.facebook.com/#!/notes/c-kink-ardya/nufononeradiasi/10150104383913247?notif_t=note_reply&refid=0

Share pengalaman berdiskusi seputar nuklir di Kaskus

Tiga hari ini saya begadang hanya untuk ngaskus (baca: ngenet di www.kaskus.us), entah dapat ilham dari mana, malam-malam (hari jumat) saya nulis segala sesuatu yang saya ketahui tentang Nuklir. Waktu itu tujuan saya hanya satu, mencoba berbagi pengetahuan dengan orang-orang yang masih awam dengan Nuklir. Semenjak bencana di Jepang yang mengakibatkan PLTN di sana meledak, isu pro kontra pembangunan PLTN di Indonesia kembali mencuat, yang sangat disayangkan, banyak komentar-komentar dari para penolak PLTN yang sekedarnya, tanpa dilandasi ilmu dan sumber yang mumpuni. Hal ini lah yang menjadi motivasi saya untuk menulis thread (Postingan, Topik) pertama saya di Kaskus.

Sabtu pagi sebelum subuh, tulisan itu saya lempar ke khalayak umum di Kaskus. Tanggapan mulai mengalir pelan-pelan, satu demi satu dan kesemuanya mengatakan bahwa ilmu mereka tentang Nuklir bertambah setelah membaca tulisan saya. Rate bintang lima pun langsung saya peroleh. Beberapa malah mengatakan bahwa thread yang saya buat pantas menjadi hot thread. Memasuki hari minggu, thread saya mulai sepi, akhirnya saya berinisiatif mempromosiaknnya tidak hanya di FB, tetapi juga di thread sebelah (postingan lain dari orang lain).

Cukup banyak saya numpang iklan di berbagai thread orang lain, sampai akhirnya, hari minggu siang, saya menemukan thread di forum Berita & Politik yang juga membahas tentang Nuklir. Baru saja diluncurkan thread itu sudah menembus angka ratusan tanggapan (mengalahkan thread saya yang belum genap 100 komentar). makin sore ternyata makin rame. tidak hanya diisi para pendukung PLTN, para penolak pun berjubelan masuk. akhirnya terjadilah perang argumen antara beberapa orang yang memilikki argumen-argumen yang kuat. saya tidak melewatkan kesempatan ini, sekaligus sebagai sarana promosi thread, saya maju di barisan depan untuk mengcounter argumen-argumen dari para penentang PLTN, tentu dengan sumber yang jelas.

Setelah sekian lama beradu argumen (bukan hanya saya sendiri tentunya, banyak juga yang membantu saya), saya menerima pukulan telak. Awalnya ada yang menolak PLTN di Indonesia karena takut akan limbahnya (ia menyebutkan limbah Nuklir tidak akan terurai hingga 24.000 tahun), saya balas dengan menyebutkan bahwa indonesia memiliki ahli nuklir yang merupakan penemu material untuk penyimpanan limbah radioaktif, saya sertakan pula artikelnya (ini artikelnya http://j.mp/hjlBPO atau http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/03/19/0096.html0. Ahli Nuklir yang saya maksud itu tentu saja Dosen saya, Bapak Dr. Ir. Yudhi Utomo Imardjoko. M.Sc. Argumen saya ini langsung dipukul telak oleh seorang penolak PLTN dengan melampirkan artikel yang intinya menyebutkan bahwa beliau (Pak Yudhi) lebih fokus ke renewable energy ketimbang nuklir (ini artikelnya http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1104525223)

Saya terdiam, lemas, dan kemudian berhenti "bertarung" di situ.yang terlintas di pikiran saya saat itu, pak Yudhi tiba-tiba muncul dan menjelaskan dengan gamblang tentang maksudnya mengatakan bahwa beliau lebih memilih renewable energy ketimbang nuklir.:D

Terlepas dari insiden tersebut, selama berdiskusi (kalau tidak mau disebut berdebat) di forum kaskus itu, saya menarik kesimpulan, bahwa para penolak pembangunan PLTN di Indonesia dapat digolongkan menjadi :

1. Orang yang menolak karena tidak paham tentang nuklir. hanya tau dari media bahwa nuklir itu berbahaya. risiko tinggi. setelah membaca thread saya di kaskus, orang tipe ini berpendapat "setelah membaca thread ente, ane jadi berubah pikiran, ane dukung deh PLTN di Indonesia"

2. Orang yang menolak karena meragukan para pejabat, pengambil kebijakan dan eksekutor dari program PLTN. tipe orang ini komentarnya "Bagaimana bisa Indonesia ngurus PLTN, lha wong ngurusi Elpiji 3 kg aja kagak becus, Lapindo dibiarin sampe sekarang, bulan lalu mbangun jalan hari ini ambrol, bagaimana nanti kalau tembok PLTN yang harusnya setebal 1,5 m dikorupsi hingga cuma bikin 0,5 m?" bahkan ada yang nyambung-nyambungin dengan gayus dan masalah bocornya soal UAN.

3. Orang yang menolak karena ingin menolak. orang ini hanya bilang saya tidak setuju, saya menolak, tidak bisa, dan sebagainya tanpa memberikan argumentasi dan alasan yang jelas. kata-kata saktinya adalah "pokoknya"

4. Orang berpendidiakn yang menolak PLTN dengan alasan-alasn yang logis, didukung data-data yang kuat, sumber yang jelas dan inilah dia, tipe orang yang memukul telak saya :D :D :D

bagi yang mendukung PLTN, bersiap-siaplah untuk menghadapi tipe orang nomor 4. bagi yang menolak PLTN, berada pada kriteria nomor berapakah anda?? v^_^v

Bagi yang ingin membaca kembali thread kaskus yang saya bicarakan, silahkan mampir saja ke sini

punya saya http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7523240

punyan teman seperjuangan http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7534690&page=69

(hanya bagi para kaskuser)

ngomong-ngomong, thread pertama ane dilempari tiga cendol gan! lumayan :D :D :D

Mar 16, 2011

Ngambil dari Buku Diarynya Dewi (episode 02)

“Assalamu'alaykum Dewi.......”

“Wa'alaykumussalam Bu Rahma, ada yang bisa saya bantu?”

“Besok ahad pagi sibuk tidak? Bisa bantuin ibu menata taman bacaan yang baru mau ibu rintis?”

“Em.......Insya Alloh bisa Bu, tapi agak siangan. Mungkin sekitar jam 9 saya baru bisa ke sana. Tempatnya di mana Bu?”

“deket kok sama rumah Ibu. Nanti Dek Dewi ke rumah Ibu dulu aja”

“Oh, baik Bu, Insya Alloh. Ada yang perlu saya bawa atau persiapkan?”

“Tidak usah, Ibu cuma butuh bantuan tenagamu, Oh,ya nanti Nisa dan Nabila juga ibu mintai tolong. Kalian belum saling kenal kan? Nanti sekalian Ibu kenalin”

“Yang pernah ibu ceritain itu ya, Baik Bu”

“Sampai ketemu besok ahad ya, Assalamu'alaykum”

“Wa'alaykumussalam Bu”

Kututup handphoneku. Dan aku kembali mengerjakan tugas-tugas kuliahku.

Hari ahadnya, setelah mengikuti pengajian rutin ahad pagi, aku segera menuju ke rumah bu Dewi. Sesampainya di sana, aku langsung di sambut oleh Haniya yang sedang bermain puzzle di teras rumah. Aku bantu dia membuka pintu gerbang, kami saling mengucapkan salam dan dia mencium punggung tanganku.

“Ayo kak ke tempat bunda! Tadi bunda pesen kalau kak Dewi sudah datang, Haniya diminta langsung mengantar kak Dewi ke sana. Kak Nisa ama Kak Nabila juga udah datang”.

Haniya membereskan permainan puzzlenya, masuk ke rumah, menutup dan mengunci pintu rumah dan pintu gerbang. Semakin hari, gadis kecil ini semakin membuatku terpesona. Sepertinya, bukan hanya aku. Tetangga-tetangganya di sini dan guru-gurunya di TKIT pun takjub dengan “keajaiban” yang sering Haniya pertunjukkan. Dengan berdiri di depanku, Haniya menunjukkan arah mana yang harus aku tuju.

Tidak terlalu jauh memang, masih di komplek yang sama. Hanya selisih dua gang. Lokasi yang hendak Bu Rahma jadikan taman bacaan ini sungguh ideal. Sebuah ruangan berukuran sekitar 8 m x 5 m tepat berada di samping gang, tidak menjorok ke dalam, sehingga terlihat jelas keberadaannya. Lahan kosong di sebelahnya bisa dijadikan tempat parkir. Bu Rahma dan dua orang perempuan yang aku taksir usianya hanya sekitar beberapa tahun di atasku tampak sedang menyelesaikan tahap akhir bersih-bersih ruangan tersebut.

Melihatku sudah tiba, Bu Rahma menghentikan aktivitasnya. “Eh, Dewi udah datang, Assalamu'alaykum......” sapanya sambil menjabat tanganku.

“Wa'alaykumusslam” Jawabku menyambut uluran tangannya.

Lalu, Bu Rahma memperkenalkanku kepada Mbak Nisa dan Mbak Nabila. Mbak Nisa satu tahun di atasku. Kuliah di Psikologi semester 7. Sedangkan Mbak Nabila 3 tahun lebih tua. Beliau sedang menempuh S2. Kami sempat mengobrol sebentar mengenai aktivitas kuliah kami masing-masing. Obrolan kami berhenti ketika Bu Rahma secara halus memerintahkan kami untuk melanjutkan acara bersih-bersihnya. Sebenarnya untuk bersih-bersih ruangan ini sudah hampir selesai. Hanya tinggal melanjutkan mengepel saja. Tapi kemudian, Bu Rahma memberikan arahan,

“Nah, sembari nanti menunggu lantai kering, coba kalian bertiga diskusikan, kira-kira penataan ruangan yang bagus bagaimana. Itu rak-rak buku, meja dan kursinya tinggal di tata saja. Ibu sama Haniya ke rumah dulu. Ntar Ibu balik lagi. Tolong ya. O,ya pinjem motornya Wi”

Aku serahkan kunci motorku ke Bu Rahma sambil bertanya, “Faqih ke mana Bu?”

“Di rumah, lagi bobok, makanya tadi Haniya Ibu minta jagain Faqih sambil nunggu kamu. Ini Ibu mau balik ke rumah nengokin Faqih. Semoga aja belum bangun”, setelah itu beliau segera pergi bersama Haniya. Meninggalkan kami bertiga yang sebenarnya bingung mau mulai bagaimana, tapi kemudian Mbak Nabila sebagai yang tertua berinisiatif,

“Bagaimana kalu penataannya begini...” kemudian dia menjelaskan idenya. Dimana rak-rak itu harus diletakkan, termasuk meja kursinnya. Dia juga menyampaikan tentang ide penambahan karpet agar anak-anak yang suka duduk lesehan merasa nyaman untuk membaca di tempat. Mbak Nisa menambahkan ide untuk memberi hiasan-hiasan dinding yang bersifat edukatif, serta rencana penataan buku dan pembagiannya di dalam rak-rak. Semua ide tersebut dicatat dalam sebuah notes. Aku agak malu karena tidak menyumbang ide apapun. Hanya mengiyakan saja.

Setelah lantai kering, kami kembali bekerja. Memasukkan rak-rak -yang ternyata tidak berat-, meja dan kursi. Selesai menatanya, ternyata Bu Rahma belum datang. Kamipun mengobrol sambil menunggu beliau. Dari obrolan ini, baru aku ketahui, bahwa dulu tempat ini dipakai untuk toko klontong. Karena kalah bersaing dengan mini market baru yang buka di jalan raya dekat kompleks ini, pemiliknya pun memilih untuk menutup tokonya dan menjual/mengkontarakkan tempatnya. Kemudian suami Bu Rahma membelinya. Termasuk membeli lahan kosong di sebelahnya -yang juga dimiliki si pemilik toko klontong-. Bu Rahma dan suaminya memang memiliki cita-cita memiliki taman bacaan yang bisa menarik dan meningkatkan minat baca anak-anak muda, minimal yang berada di kompleks ini. Bu Rahma memang sering cerita, beberapa remaja dan anak-anak di kompleks ini memiliki minat baca yang lumayan tinggi, sehingga beliau sering meminjamkan buku-buku koleksi pribadinya. Taman bacaan ini nantinya tidak hanya akan diisi buku-buku agama maupun buku pelajaran sekolah saja. Tetapi ada juga buku-buku cerita dan buku-buku pengetahuan umum. Yang penting buku tersebut mengandung ilmu yang bermanfaat bagi pembacanya. Ketika aku tanyakan kepada Mbak Nabila, apakah Bu Rahma akan memasang tarif bagi penyewa atau peminjam buku-buku di taman bacaan ini, Mbak Nabila menjawab tidak. Tetapi jika ada yang ingin menyumbang agar koleksi taman bacaan ini semakin banyak, dipersilahkan saja.

Lagi-lagi aku tidak habis pikir, dana untuk mendirikan taman bacaan ini tentu tidak kecil. Apalagi sampai membeli tanah beserta bangunannya. Tetapi Bu Rahma dan suaminya sama sekali tidak mengharapkan profit dari sini. Ketika aku utarakan unug-unegku ini kepada Mbak Nisa dan Mbak Nabila, tepat pada saat itu Bu Rahma dan Haniya datang. Bu Rahma membawa kardus besar di jok belakang motorku. Kamipun menghentikan obrolan kami dan membantu beliau menurunkannya. Ternyata isinya buku-buku. Kami segera membukanya dan memilah-milahnya, kemudian kami tata ke dalam rak sesuai pembagian yang tadi sudah kami putuskan. Sedangkan Haniya asyik sendiri mengambil salah satu buku dan membacanya. Bu Rahma memuji hasil kerja kami. Meski kami bertiga tidak ada yang pernah mendapat pelajaran tentang desain interior, tetapi hasil desain kami bagus. Begitu pujian dari beliau.

Sambil menata buku-buku kedalam rak, Mbak Nabila -dengan gaya bercanda- menyampaikan uneg-unegku tadi kepada Bu Rahma. Wajahku sepertinya menjadi merah padam menahan malu. Tetapi Bu Rahma menanggapinya dengan serius.

“Mendirikan taman bacaan yang bisa menambah ilmu pengetahuan anak-anak dan remaja merupakan mimpi Ibu sejak Ibu masih seusia kalian. Dan Alhamdulillah, Alloh menjodohkan Ibu dengan seorang laki-laki yang juga memiliki mimpi yang sama. Kalian pasti akan kaget kalau tau ada berapa banyak mimpi atau cita-cita Ibu yang ternyata sama persis dengan cita-cita Bapak. Dan ini adalah salah satunya.”

“Memang, ada berapa Bu cita-cita Ibu yang sama?” aku tak tahan untuk tidak menanyakan ini.

“Ada banyak, Ibu sampai tidak hafal berapa jumlahnya. Kapan-kapan saja Ibu ceritakan lebih lengkap. Untuk taman bacaan ini, apa kalain tau? Kami mulai merencanakannya sejak kapan?”

Kami hanya menggelengkan kepala, kemudian Bu Rahma melanjutkan,

“Di Hari pertama kami menikah. Kami saling menceritakan impian dan cita-cita kami. Kemudian kami mulai menyusun rencana untuk mewujudkannya bersama-sama. Mana yang diprioritaskan dan mana yang ditangguhkan. Dan Alhamdulillah, pendirian taman bacaan ini hanya terlambat satu tahun dari target yang kami canangkan waktu itu. Permasalahan utamanya hanya karena kami belum menemukan tempat yang cocok dan ideal saja”.

“Em.....jadi sebenarnya, untuk dana, sudah ada sejak tahun lalu ya Bu?” aku masih penasaran.

“Sayangku,” Bu Rahma menyunggingkan senyumnya, “menurut sepengetahuanmu, Ibu dan Bapak punya berapa usaha sampingan?”

“E.....” aku mengingat-ingat sambil menoleh ke Mbak Nisa dan Mabk Nabila meminta bantuan, “Warung makan yang di dekat kampus” aku mulai menyebutkan satu persatu.

“Usaha catering, toko roti dan kue di daerah Sagan” Mbak Nisa menambhakan

“Rental komputer dan foto copy di dekat UIN itu juga punya Ibu kan?” Mbak Nabila ikut membantu.

“Oh, Iya, ada juga toko bunga di dekat Masjid Syuhada, ada lagi tidak Bu?” aku menoleh lagi ke Mbak Nisa dan Mbak Nabila. Tapi keduanya diam. Sepertinya memang hanya ada empat itu.

“Kalau yang kepemilikannya penuh, iya benar hanya ada empat, tetapi kami juga punya beberapa usaha yang kepemilikannya gabungan antara Bapak dengan teman-teman Bapak. Nah, untuk membeli lahan termasuk bangunannya ini, kami menjual kepemilikan warung makan yang di dekat kampus itu kepada salah seorang teman Bapak. Jadi, kalau seandainya kami menemukan tempat yang ideal ini tahun kemaren, warung makan itu sudah bukan milik kami lagi sejak satu tahun yang lalu”.

Oh...aku baru paham. Keluarga Bu Rahma tidak menabung uangnya di bank. Tetapi menjadikannya modal usaha. Ketika mereka membutuhkan dana, usaha tersebut dijual. Benar-benar ide yang brilyan.

“Menurut kalian, apa kelebihan menabung uang dalam bentuk usaha dibandingkan ketika kita taruh saja uangnya di bank, toh sama-sama akan jadi semakin banyak uangnya” Bu Rahma menyampaikan pertanyaannya seakan-akan beliau bisa membaca pikiranku.

“Yang jelas bunga bank itu haram, kalau dengan menjadikannya modal usaha, penambahan uang kita berasal dari hal yang halal” aku langsung menyahut.

Bu Rahma hanya mengangguk kemudain menoleh ke arah Mbak Nisa yang ikut menjawab,

“Keuntungan dari usaha itu bisa berkali-kali lipat dibandingkan dengan keuntungan dari bunga bank”

“Dengan catatan, usahanya dimenej dengan tepat dan diperhitungkan yang cermat, serta dengan ijin Alloh tentunya sehingga usaha itu tidak bangkrut” Bu Rahma buru-buru menambahkan, “Ada yang punya jawaban lain?”

“Nilai mata uang itu makin lama makin turun. Lima ribu rupiah hari ini bisa untuk membeli satu porsi nasi lengkap dengan lauknya, tetapi lima ribu pada 10 tahun lagi bisa jadi cuma dapat nasi putih satu bungkus” Mbak Nabila menjawab dengan sangat cerdas menurutku.

“Semuanya benar, tetapi masih ada satu lagi alasan utama yang belum kalian sebutkan” Bu Rahma berhenti sejenak, melihat kami bertiga yang saling pandang dengan wajah bingung, beliau melanjutkan, “uang yang digunakan untuk membuka usaha itu berarti membuka lowongan pekerjaan untuk orang lain, sedangkan uang yang disimpan di bank tidak memberikan manfaat apapun, malah membuat beban orang yang meminjam uang kita karena harus menanggung bunganya”

Kami hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan beliau. Aku sama sekali tidak terpikirkan tentang itu. Pemikiran yang luar biasa menurutku. Jiwa sosial yang begitu tinggi. Sebuah sikap yang sudah sangat jarang dimiliki oleh orang-orang di negeri ini. Kumandang adzan dzuhur menghentikan obrolan kami. Bu Rahma menyuruh kami menghentikan aktivitas menata buku ke dalam rak dan meminta kami ke rumahnya untuk shalat dzuhur dan makan siang. Selesai Shalat dan makan, kami melanjutkan menata bukunya. Taman bacaan ini sendiri rencananya baru akan diresmikan pekan depan. Menunggu suami Bu Rahma pulang dari tugas keluar negeri. Sekali lagi aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga hari ini.

Catatan tentang Teknologi Nuklir


Bagi yang bener-bener tertarik dengan Nuklir (daripada sekedar ikut2 atau malah sok tau) mending baca dulu deh note dari dosen ane (Jurusan Teknik Nuklir), ini saya susun berdasarkan urutan terbitnya

Analisis sementara Fukushima 1
http://www.facebook.com/notes/alexan...50130600472567

Informasi tambahan mengenai analisis Fukushima I
http://www.facebook.com/notes/alexan...50131285712567

Catatan ringkas mengenai dosis radiasi
http://www.facebook.com/notes/alexan...50132223937567

Another Chernobyl
http://www.facebook.com/notes/alexan...50132830027567

kebakaran di unit 4
http://www.facebook.com/notes/alexan...50133844252567

Perhitungan penguapan di spent fuel pool
http://www.facebook.com/notes/alexan...50133907037567

Apa itu hydrogen explosion
http://www.facebook.com/notes/alexander-agung/apa-itu-hydrogen-explosion/10150134285837567

Analisis lanjutan fukushima 1
http://www.facebook.com/notes/alexander-agung/analisis-lanjutan-fukushima-1/10150135916712567
silahkan disimak Gan!
Semoga mendapat pencerahan dari sini.
Bagi yang bingung dengan istilah-istilah yang digunakan oleh dosen ane, boleh ditanyakan di sini.


Tambahan:
Surat terbuka Pak Yudi U Imardjoko untuk Presiden

Mar 13, 2011

Lagi-lagi UN (Ujian Nasional)


Dalam hitungan sekitar satu bulan lagi, siswa SD kelas enam, serta siswa SMP dan SMA kelas tiga akan menghadapi sesuatu yang cukup menentukan masa depan mereka, yakni Ujian Nasional (UN). Sejak sistem Ujian Nasional menetapkan standar kelulusan yang terus ditingkatkan tiap tahun, kontroversi mengenai pelaksanaannya belum juga surut. Meskipun pertentangan antara pihak yang mendukung maupun yang menolak hanya muncul menjelang dan sesaat setelah Ujian Nasional saja. Sampai sejauh ini, pemerintah, melalui Departemen Pendidikan Nasionalnya tetap kukuh untuk terus menyelenggarakan sistem Ujian Nasional walaupun mendapat kritik dari banyak pihak. Mencermati argumen dan alasan pemerintah, polemik tentang Ujian Nasional ini memang cukup pelik. Di satu sisi pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan kita melalui standarisasi kelulusannya, pemetaan kemampuan tiap sekolah dan daerah, serta memberi dorongan (paksaan) kepada siswa agar giat belajar, namun di sisi lain, sistem Ujian Nasional seperti ini di rasa tidak adil, memicu terjadinya kecurangan, stres, depresi dan tekanan mental bagi siswa, serta berbagai efek buruk lainya.

Penulis selama tiga tahun terakhir ini berkecimpung di dunia pendidikan. Membantu persiapan siswa yang hendak menghadapi Ujian Nasional. Dari pengalaman itu, penulis menemukan kenyataan bahwa sistem Ujian Nasional seperti ini memang belum layak dijalankan. Alasan utumanya tentu, karena kualitas pendidikan di tiap sekolah sangat-sangat berbeda. Selain itu, minat dan kesukaan siswa terhadap pelajaran juga tertentu saja. Beberapa contoh kasusnya adalah :

1. Ada sekolah yang guru mata pelajaran tertentunya kurang bisa menyampaikan materi dengan baik. Terbukti, try out Ujian Nasional mata pelajaran tersebut selama tiga kali berturut-turut menghasilkan nilai maksimal yang dapat diperoleh siswanya hanya 5. Artinya hampir seluruh siswanya hanya bisa mengerjakan kurang dari setengah soal. Ketika siswa yang les dengan penulis, penulis tanyai, mereka mengatakan bahwa guru di sekolah tidak terlalu jelas dalam menerangkan materi. Termasuk ketika membahas soal try out. Setelah itu siswa-siswa tadi memutuskan untuk menambah jadwal lesnya dengan penulis. Untuk siswa dari keluarga yang berada, tentu tidak repot untuk mendaftarkan anaknya di bimbingan belajar. Lalu bagaimana dengan siswa yang berasal dari keluarga miskin? Keluhan seperti ini tidak hanya sekali dialamatkan kepada penulis. Hampir semua siswa yang pernah penulis bantu belajarnya menyatakan bahwa guru di sekolah tidak bisa menerangkan dengan jelas. Ini membuktikan bahwa masih banyak sekolah yang kualitasnya (dalam hal ini termasuk kualitas gurunya) masih sangat rendah. Usaha pemerintah melalui sertifikasi guru dan lainya sepertinya masih belum membuahkan hasil.

2. Ketertarikan, minat atau kesukaan siswa umumnya hanya pada mata pelajaran tertentu saja. Ada siswa yang masuk kelas IPA karena sangat berminat dnegan pelajaran Biologi. Nilai pelajaran Biologinya selalu tinggi. Sangat menguasai hampir semua materi Biologi, namun untuk materi pelajaran Fisika, dia sangat lemah. Sama sekali tidak tertarik dan tidak berminat. Usaha apapun yang penulis lakukan untuk membuatnya menguasai materi Fisika sama sekali tidak manjur. Mau bagaimana lagi, dari anaknya sendiri tidak ada minat. Nah, dengan sistem Ujian Nasional seperti sekarang, siswa yang nilai mata pelajaran Biologinya 10 tetapi nilai Fisikanya kurang dari 4 tetap dinyatakan tidak lulus. Terasa kurang adil bukan?

3. Kata Ujian Nasional sekarang sudah menjadi momok yang mengerikan bagi siswa kelas tiga. Tidak semua memang, tetapi tetap saja ada beberapa siswa yang merasa tertekan, stres dan sebagainya. Apalagi jika orangtuanya bukannya menenangkan, malah memberi ancaman jika sampai anaknya tidak lulus.

Dengan kenyataan dilapangan seperti ini, penulis berharap pelaksanaan Ujian Nasional semakin diperbaiki lagi, bahkan hingga tataran paling bawah. Dari pihak pembuat keputusan seringnya beralasan demikian :

Sekarang Ujian Nasional bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan, prosentasenya 60% Ujian Nasioanal dan 40% dari pihak sekolah.

Meski demikian, tetap saja Ujian Nasional memiliki andil dalam menentukan kelulusan siswa. Dua contoh kasus di atas misalnya, jika di sekolah ada guru yang tidak kompeten, dan ia mengajar murid yang tidak berminat terhadap mata pelajaran tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa nilai si anak tidak akan cukup memenuhi kriteria lulus.

Lalu, apa solusi terbaiknya?

Sistem sekarang hanya bisa diterapkan jika kualitas pendidikan kita, mulai dari sistem, kurikulum, tanaga pengajar, buku-buku pendukung, sarana-pra sarana sekolah, dan sebagainya telah siap. Untuk menuju ke sana, dalam masa perbaikan sistem ini, maka syarat kelulusan yang lebih tepat adalah :

“Anak memiliki kecakapan khusus dalam minimal satu bidang kegiatan yang mampu membekalinya untuk menjalani kehidupan di masa depannya”opi

Jadi misalnya seorang siswa hanya menguasai matematika saja. Selainnya tidak. Itu cukup. Atau siswa hanya mengerti materi tentang ekonomi akuntansi saja. Tetapi materi lain tidak dikuasai, itu juga sudah cukup. Bahkan jika si anak tidak menyukai pelajaran, tetapi dia memiliki bakat seni yang luar biasa, atau dia memiliki prestasi di bidang olahraga, dan sebagainya, maka itu cukup menjadi syarat kelulusannya. Ini adalah syarat kelulusan SMA. Untuk SMK tentu dia harus menguasai bidang keahlian yang diajarkan di SMK tersebut.

Lalu untuk SD dan SMP? Syarat kelulusannya cukup bahwa sang anak mampu melanjutkan pendidikan di tingkat selanjutnya.

Dengan demikian, siswa tidak akan tertekan, dia hanya perlu meningkatkan kemampuannya dalam bidang yang memang dia gemari. Sehingga lulusan-lulusan sekolah kita akan memiliki lulusan yang ahli di satu bidang (spesialis), bukan bisa di semua bidang tetapi tidak menguasai secara detail kesemuanya.


Beberapa link bermutu tentang kontroversi UN nih, klik aja ini, atau ini