Panduan menggunakan Blog ini :D

Pembaca yang budiman, silahkan isi kolom komentar dan memulai diskusi pada setiap postingan. Semakin ramai semakin semangat saya dalam mengelola blog ini. Selamat menjelajahi seluruh isi blog. ^_^.

Mar 13, 2011

Lagi-lagi UN (Ujian Nasional)


Dalam hitungan sekitar satu bulan lagi, siswa SD kelas enam, serta siswa SMP dan SMA kelas tiga akan menghadapi sesuatu yang cukup menentukan masa depan mereka, yakni Ujian Nasional (UN). Sejak sistem Ujian Nasional menetapkan standar kelulusan yang terus ditingkatkan tiap tahun, kontroversi mengenai pelaksanaannya belum juga surut. Meskipun pertentangan antara pihak yang mendukung maupun yang menolak hanya muncul menjelang dan sesaat setelah Ujian Nasional saja. Sampai sejauh ini, pemerintah, melalui Departemen Pendidikan Nasionalnya tetap kukuh untuk terus menyelenggarakan sistem Ujian Nasional walaupun mendapat kritik dari banyak pihak. Mencermati argumen dan alasan pemerintah, polemik tentang Ujian Nasional ini memang cukup pelik. Di satu sisi pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan kita melalui standarisasi kelulusannya, pemetaan kemampuan tiap sekolah dan daerah, serta memberi dorongan (paksaan) kepada siswa agar giat belajar, namun di sisi lain, sistem Ujian Nasional seperti ini di rasa tidak adil, memicu terjadinya kecurangan, stres, depresi dan tekanan mental bagi siswa, serta berbagai efek buruk lainya.

Penulis selama tiga tahun terakhir ini berkecimpung di dunia pendidikan. Membantu persiapan siswa yang hendak menghadapi Ujian Nasional. Dari pengalaman itu, penulis menemukan kenyataan bahwa sistem Ujian Nasional seperti ini memang belum layak dijalankan. Alasan utumanya tentu, karena kualitas pendidikan di tiap sekolah sangat-sangat berbeda. Selain itu, minat dan kesukaan siswa terhadap pelajaran juga tertentu saja. Beberapa contoh kasusnya adalah :

1. Ada sekolah yang guru mata pelajaran tertentunya kurang bisa menyampaikan materi dengan baik. Terbukti, try out Ujian Nasional mata pelajaran tersebut selama tiga kali berturut-turut menghasilkan nilai maksimal yang dapat diperoleh siswanya hanya 5. Artinya hampir seluruh siswanya hanya bisa mengerjakan kurang dari setengah soal. Ketika siswa yang les dengan penulis, penulis tanyai, mereka mengatakan bahwa guru di sekolah tidak terlalu jelas dalam menerangkan materi. Termasuk ketika membahas soal try out. Setelah itu siswa-siswa tadi memutuskan untuk menambah jadwal lesnya dengan penulis. Untuk siswa dari keluarga yang berada, tentu tidak repot untuk mendaftarkan anaknya di bimbingan belajar. Lalu bagaimana dengan siswa yang berasal dari keluarga miskin? Keluhan seperti ini tidak hanya sekali dialamatkan kepada penulis. Hampir semua siswa yang pernah penulis bantu belajarnya menyatakan bahwa guru di sekolah tidak bisa menerangkan dengan jelas. Ini membuktikan bahwa masih banyak sekolah yang kualitasnya (dalam hal ini termasuk kualitas gurunya) masih sangat rendah. Usaha pemerintah melalui sertifikasi guru dan lainya sepertinya masih belum membuahkan hasil.

2. Ketertarikan, minat atau kesukaan siswa umumnya hanya pada mata pelajaran tertentu saja. Ada siswa yang masuk kelas IPA karena sangat berminat dnegan pelajaran Biologi. Nilai pelajaran Biologinya selalu tinggi. Sangat menguasai hampir semua materi Biologi, namun untuk materi pelajaran Fisika, dia sangat lemah. Sama sekali tidak tertarik dan tidak berminat. Usaha apapun yang penulis lakukan untuk membuatnya menguasai materi Fisika sama sekali tidak manjur. Mau bagaimana lagi, dari anaknya sendiri tidak ada minat. Nah, dengan sistem Ujian Nasional seperti sekarang, siswa yang nilai mata pelajaran Biologinya 10 tetapi nilai Fisikanya kurang dari 4 tetap dinyatakan tidak lulus. Terasa kurang adil bukan?

3. Kata Ujian Nasional sekarang sudah menjadi momok yang mengerikan bagi siswa kelas tiga. Tidak semua memang, tetapi tetap saja ada beberapa siswa yang merasa tertekan, stres dan sebagainya. Apalagi jika orangtuanya bukannya menenangkan, malah memberi ancaman jika sampai anaknya tidak lulus.

Dengan kenyataan dilapangan seperti ini, penulis berharap pelaksanaan Ujian Nasional semakin diperbaiki lagi, bahkan hingga tataran paling bawah. Dari pihak pembuat keputusan seringnya beralasan demikian :

Sekarang Ujian Nasional bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan, prosentasenya 60% Ujian Nasioanal dan 40% dari pihak sekolah.

Meski demikian, tetap saja Ujian Nasional memiliki andil dalam menentukan kelulusan siswa. Dua contoh kasus di atas misalnya, jika di sekolah ada guru yang tidak kompeten, dan ia mengajar murid yang tidak berminat terhadap mata pelajaran tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa nilai si anak tidak akan cukup memenuhi kriteria lulus.

Lalu, apa solusi terbaiknya?

Sistem sekarang hanya bisa diterapkan jika kualitas pendidikan kita, mulai dari sistem, kurikulum, tanaga pengajar, buku-buku pendukung, sarana-pra sarana sekolah, dan sebagainya telah siap. Untuk menuju ke sana, dalam masa perbaikan sistem ini, maka syarat kelulusan yang lebih tepat adalah :

“Anak memiliki kecakapan khusus dalam minimal satu bidang kegiatan yang mampu membekalinya untuk menjalani kehidupan di masa depannya”opi

Jadi misalnya seorang siswa hanya menguasai matematika saja. Selainnya tidak. Itu cukup. Atau siswa hanya mengerti materi tentang ekonomi akuntansi saja. Tetapi materi lain tidak dikuasai, itu juga sudah cukup. Bahkan jika si anak tidak menyukai pelajaran, tetapi dia memiliki bakat seni yang luar biasa, atau dia memiliki prestasi di bidang olahraga, dan sebagainya, maka itu cukup menjadi syarat kelulusannya. Ini adalah syarat kelulusan SMA. Untuk SMK tentu dia harus menguasai bidang keahlian yang diajarkan di SMK tersebut.

Lalu untuk SD dan SMP? Syarat kelulusannya cukup bahwa sang anak mampu melanjutkan pendidikan di tingkat selanjutnya.

Dengan demikian, siswa tidak akan tertekan, dia hanya perlu meningkatkan kemampuannya dalam bidang yang memang dia gemari. Sehingga lulusan-lulusan sekolah kita akan memiliki lulusan yang ahli di satu bidang (spesialis), bukan bisa di semua bidang tetapi tidak menguasai secara detail kesemuanya.


Beberapa link bermutu tentang kontroversi UN nih, klik aja ini, atau ini

2 comments:

haniya said...

Anak yg aku bantu Ujian Nasionalnya jg sering mengeluh. Terbebani dengan semua jadwal ujian dengan seabrek mata pelajaran yg banyak diantaranya tidak ia kuasai karena kurang berminat di bidang itu.

Belum lagi dengan digunakannya UN sebagai syarat kelulusan siswa membuat tindakan kecurangan sangat rentan terjadi di sekolah2. Siapa c guru atau kepsek yg mau anak muridnya ga lulus..

Solusi yg penulis tawarkan cukup menarik. Hemm.. Gimana ya kalo sistem pengajaran di sekolah2 dibuat seperti di bangku kuliah?
Jadi ada mata pelajaran wajib dan pilihan. Trus ada peminatannya. Jadi ga harus semua mata pelajaran diambil. Untuk kelulusannya materi yg diujikan yg sesuai dengan peminatannya. Hehehe... *Menghayal*

Semoga suatu saat nanti sistem pendidikan Indonesia bisa menjadi seperti yg kita impikan..

Kira2 apa ya yg bisa kita lakukan utk mengubah keadaan ini?

Hafiq said...

jadi mentri pendidikan aja kalo gitu :D sementara ini lakukan apa yang bisa kita lakukan dlu. ya gak?